PANCASILA
|
|
Abdul Rahman Hamid, S.H, M.H
|
|
Oleh:
Danti Kartika B intari 4825xxxxxx
Eva Safitri Arfan 4825xxxxxx
Ika Septia Ningrum 4825xxxxxx
Sosiologi
Pembangunan kelas B
Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas
Negeri Jakarta
2014
1.
PEMOHON
Nama : DIDIK SUPRIJADI
Tempat, tanggal lahir :
Surabaya, 03 Desember 1972
Warga negara :
Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jalan Pandegiling
II Nomor 7, RT 002, RW 007,
Kelurahan Tegalsari, Kecamatan
Tegalsari,
Kota
Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Dalam hal ini,
bertindak atas nama Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Petugas
Pembaca Meter Listrik Indonesia
(AP2ML), jabatan: Ketua Umum Dewan Pimpinan
Pusat Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik (AP2ML)
Indonesia;
2. LATAR
BELAKANG PENGAJUAN
Pengujian Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
a.
kebijakan
upah murah berakibat pada hilangnya keamanan kerja (job security) bagi
buruh/pekerja Indonesia, karena sebagian besar buruh/pekerja tidak akan lagi
menjadi buruh/pekerja tetap, tetapi menjadi buruh/pekerja kontrak yang akan
berlangsung seumur hidupnya. jelas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD
1945 yaitu hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
b.
status
sebagai buruh/pekerja kontrak mengakibatkan hilangnya hak-hak, tunjangan tunjangan
kerja, jaminan-jaminan kerja dan sosial yang biasanya dinikmati oleh
buruh/pekerja tetap.
c.
Dalam
hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana
diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan penyerahan sebagian
pekerjaa n kepada perusahaan lain sebagaimana juga diatur dalam Pasal 64
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003((outsourcing)), buruh/pekerja dilihat
semata-mata sebagai komoditas atau barang dagangan, di sebuah pasar tenaga kerja
dan ini jelas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, "Setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang Iayak bagi kemanusiaan".
Dan Pasal 28D ayat (2) "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan Iayak dalam hubungan kerja".
d.
Buruh/pekerja
ditempatkan sebagai factor produksi semata, dengan begitu mudah dipekerjakan
bila dibutuhkan dan diputus hubungan kerjanya ketika tidak dibutuhkan lagi.
Dengan demikian komponen upah sebagai salah satu dari biaya-biaya (cost)
bisa tetap ditekan seminimal mungkin. Inilah yang akan terjadi dengan
dilegalkannya sistem kerja "pemborongan pekerjaan" (outsourcing),
dan ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan".
e.
Sistem
outsourcing, konstruksi hukumnya yaitu adanya suatu perusahaan jasa
pekerja merekrut calon pekerja untuk ditempatkan diperusahaan pengguna Untuk
100 orang misalnya Rp. 10.000.000, kemudian perusahaan penyedia jasa pekerja akan
mengambil sekian persen, sisanya dibayarkan kepada pekerja yang bekerja di
perusahaan pengguna. Jadi konstruksi hukum semacam ini merupakan perbudakan,
karena pekerja-pekerja tersebut dijual kepada pengguna dengan jumlah uang.
f.
Outsourcing di dalam Pasal 64 menunjukkan adanya dua
macam outsourcing, yaitu outsourcing mengenai pekerjaannya yang
dilakukan oleh pemborong dan outsourcing mengenai pekerjanya yang
dilakukan oleh perusahaan jasa pekerja. Bahwa kalau dikaitkan dengan
konstitusi, jelas hal ini memaksakan adanya hubungan kerja antara perusahaan
penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya, yang sebenarnya tidak memenuhi
unsur-unsur hubungan kerja yaitu adanya perintah, pekerjaan dan upah.
g.
Bahwa
perbudakan terhadap outsourcing mutlak, karena di sini perusahaan penyedia
jasa pekerja pada dasarnya menjual manusia kepada user. Dengan sejumlah
uang akan mendapatkan keuntungan dengan menjual manusia.
h.
Bahwa
Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang. Ketenagakerjaan
tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1)
UUD 1945, karena manusia yang harus dilindungi adalah manusia yang seutuhnya.
Bekerja seharusnya adalah untuk memberikan kehidupan yang selayaknya tetapi
ketika itu pekerja hanya sebagai bagian produksi dan terutama dengan
kontrak-kontrak yang dibuat, maka hanya sebagai salah satu bagian dari
produksi, sehingga perlindungan sebagai manusia menjadi lemah.
i.
Kiranya
Mahkamah berkenan melaksanakan haknya untuk melakukan pengujian Pasal 59 dan
Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap
Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
j.
Bahwa
karena Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan ada kaitannya dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, maka dengan sendirinya Pasal 65 dan Pasal 66
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga bertentangan
dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
3.
SAKSI-SAKSI
DARI PEMOHON
a. Moh. Fadlil Alwi
·
Bahwa
pekerjaan saksi sebagai pembaca meteran yang dilakukan secara terus-menerus,
dilakukan dalam waktu tertentu dan berkesinambungan;
·
Bahwa
saksi mantan pegawai PLN sebagai mengelola pembaca meter dan belum pernah
menjadi karyawan outsourcing;
·
Bahwa
pegawai pembaca meteran dulunya memakai sistim kontrak dengan batas tertentu
dari koperasi yang kemudian dilimpahkan ke pemborong lain.
b.
Moh. Yunus Budi Santoso
·
Bahwa
saksi sebagai karyawan outsourcing;
·
Bahwa
saksi pada tahun 2000 pekerjaannya sebagai pembaca meteran di bawah koperasi
PLN;
• Bahwa
saksi dari tahun 2004 sampai tahun 2007 bekerja sebagai tenaga kontrak pembaca
meteran dan sudah tiga kali pindah ke perusahaan lain dengan cara direkrut dan
tanpa SK dengan gaji tetap, karena terjadi konflik, dinonaktifkan dengan tidak
jelas dan tidak ada penjelasan dari manajemen;
• Bahwa saksi dari
tahun 2007 sampai tahun 2009 telah pindah pekerjaan ke perusahaan lainnya
dengan gaji turun;
• Bahwa UMR di
Bangkalan Madura Rp. 850.000,-/bulan;
• Bahwa saksi
mendapat gaji total Rp 1.300.000,00,- sedangkan gaji anggota lainnya bervariasi
ada yang mendapatkan Rp. 625.000,- sampai dengan Rp. 975.000,- tergantung
volume pekerjaannya;
• Bahwa saksi pada
tahun 2004-2007 bekerja di PT. Data Energi Infomedia, tahun 2007-2009 bekerja
di PT. Bukit Alam Barisani dan yang terakhir bekerja di PT. Berkah Abadi dengan
gaji turun alasannya karena perusahaan tersebut mempunyai manajemen sendiri;
• Bahwa kalau
bekerja melebihi tiga tahun akan jadi karyawan tetap
4. PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI
Menyatakan:
1)
Mengabulkan
permohonan Pemohon untuk sebagian:
Frasa
“…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian
kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan
perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun
terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan
dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
2)
Frasa
“…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian
kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut
tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh
yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang
melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh;
3)
Menolak
permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
4)
Memerintahkan
untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
mestinya;
5. PERTIMBANGAN HUKUM
1) Menimbang bahwa
maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah menguji Pasal 59, Pasal 64, Pasal
65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279, selanjutnya disebut UU 13/2003), terhadap
Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945),
2) Menimbang bahwa
sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya
disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan kewenangan Mahkamah
untuk mengadili permohonan a quo dan kedudukan hukum (legal standing)
Pemohon.
Kewenangan Mahkamah
3) Menimbang bahwa
berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal
29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan konstitusional
Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar;
4)
Menimbang
bahwa permohonan Pemohon adalah menguji Undang-Undang in casu Pasal 59,
Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU 13/2003 terhadap UUD 1945, yang menjadi
salah satu kewenangan Mahkamah, sehingga Mahkamah berwenang mengadili
permohonan a quo;
Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon
5) Menimbang bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat
mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah pihak
yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya Undang-Undang, yaitu:
a.
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai
kepentingan sama);
b.
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
Undang-Undang.
c.
badan hukum publik atau privat; atau
d.
lembaga negara;
Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian
Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih
dahulu
a. kedudukannya
sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK;
b.
adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945
yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
6) Menimbang
bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan
Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, serta
putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau
kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
a.
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD
1945;
b.
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan
oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c.
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik
(khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d.
adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e.
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian
konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;
7) Menimbang bahwa berdasarkan uraian
sebagaimana tersebut pada paragraf (5) dan
(6) di atas, selanjutnya
Mahkamah akan mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum (legal standing)
Pemohon dalam permohonan a quo sebagai berikut:
8) Menimbang bahwa Pemohon adalah
Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML) Provinsi Jawa Timur,
sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dan didirikan atas dasar
kepedulian untuk memberikan perlindungan dan penegakan keadilan, hukum, dan hak
asasi manusia di Indonesia, khususnya bagi buruh/pekerja. Dalam hal ini
diwakili oleh Ketua Umum AP2ML, sehingga Pemohon dikualifikasikan sebagai badan
hukum swasta sesuai dengan akte pendirian yang diajukan Pemohon dan kawan-kawan
di hadapan Kantor Notaris Bactiar Hasan, SH (bukti P-1 yaitu Fotokopi Pendirian
Perkumpulan Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML) Provinsi
Jawa Timur Nomor 3 beserta lampirannya);
Menurut Pemohon, penerapan Pasal 59 UU
13/2003 mengenai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) dan Pasal 64,
Pasal 65, dan Pasal 66 UU 13/2003 mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainnya (pemborongan/outsourcing)
menyebabkan para pekerja kontrak/outsourcing:
a.
kehilangan
jaminan atas kelangsungan kerja bagi buruh/pekerja (kontinuitas pekerjaan);
b.
kehilangan
hak-hak dan jaminan kerja yang dinikmati oleh para pekerja tetap;
c.
kehilangan
hak-hak yang seharusnya diterima pekerja sesuai dengan masa kerja pegawai
karena ketidakjelasan penghitungan masa kerja.
Berdasarkan dalil-dalil permohonan
tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon adalah badan hukum privat yang dirugikan
hak konstitusionalnya oleh adanya pasal-pasal Undang-Undang yang dimohonkan a
quo, yaitu Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU 13/2003 yaitu hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dalam Pasal 27 ayat
(2) UUD 1945, hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (2)
UUD 1945, dan hak atas kesejahteraan dan kemakmuran dalam Pasal 33 ayat (1) UUD
1945.
Dengan demikian terdapat hubungan
kausalitas antara kerugian konstitusional Pemohon dengan norma yang diuji,
sehingga Pemohon memiliki kedudukan hokum (legal standing) untuk
mengajukan pemohonan a quo.
9) Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah
berwenang mengadili permohonan a quo, dan Pemohon memiliki kedudukan
hukum (legal standing), selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok
permohonan;