Aku bangga menjadi Indonesia.
Indonesia adalah Negara berkembang di Asia Tenggara yang terdiri lebih dari 237
juta jiwa pada tahun 2010. Terdiri dari kurang lebih 13.400 pulau. Kekayaan
sumber daya alam yang melimpah ruah mulai dari kekayaan laut, mineral, tambang
dan hutan. Keberagaman sumber daya manusianya yang menyebebkan Indonesia
menjadi Negara multikultural. Indonesia mempunyai banyak suku, bahasa, budaya
dan adat istiadatnya. Kekayaan Sumber daya alam di Indonesia dipandang sebagai
lahan yang cocok untuk menanamkan investasi bagi dunia internasional. Alhasill
banyak perusahaan asing berdiri di Indonesia. Sumber daya manusia yang masih
rendah membuat Indonesia belum mampu mengelola kekayaan alam di negeri sendiri.
Jauh dari hingar binar
ibukota. Saya berasal dari sebuah desa kecil di kabupaten Pemalang Propinsi Jawa Tengah. Terletak di daerah jalur pantai
utara atau biasa disebut pantura. Disekitar rumah saya masih banyak kebun kosong,
sawah yang luas, dan udara yang masih segar. Desa saya berjarak 2 desa dari
laut utara. Dan dengan waktu tempuh kurang lebih 3 jam ke selatan Gunung Slamet
berdiri tegak disana.
Mata pencaharian utama
warga desa saya adalah bertani. Ketika musim panen tiba hampir sepanjang jalan
digunakan warga desa sebagai tempat menjemur padi. Bagi mereka yang mempunyai
sawah luas akan menuai hasil yang berlimpah. Akan tetapi bagi mereka yang tidak
mempunyai sawah mereka bekerja sebagai buruh dari petani kaya. Ketika musim
tanam tiba, para ibu membantu suami dengan menjadi buruh tanam. Ketika musim
panen para bapak menjadi buruh angkut padi kerumah pemilik sawah. Selain
mendapatkan upah berupa uang mereka juga mendapat upah berupa padi basah.
Selain itu si ibu mengais sisa panen yang tertinggal disawah. Penghasilan
mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan
anak-anaknya.
Di desa tetangga,
sebagian warganya berprofesi sebagai nelayan, selain melaut mereka mempunyai
kolam yang berfungsi untuk budidaya ikan bandeng. Selain itu mereka mempunyai
perkebunan bunga melati. Dari hasil berkebun mereka dapat membuka lapangan
kerjaan baru untuk penduduk sekitar. Bunga melati yang telah dipetik kemudian
di sortir, pekerjaan tersebut di kerjakan oleh banyak orang dan mayoritas
pekerjanya adalah ibu-ibu. Setelah disortir bunga tersebut di rangkai dengan
tali sehingga membentuk sebuah konde dan berbagai hiasan. Hasil tersebut
dikirim keluar kota untuk keperluan resepsi pengantin. Hasil dari pekerjaan
tersebut memang tidak cukup jika untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi
mereka lakukan itu dengan alasan untuk menambah uang jajan anaknya.
Dihari libur pantai
penuh dengan keluarga maupun anak-anak. Ada yang asik bermain air atau hanya
sekedar untuk duduk-duduk. Pantai menjadi pilihan utama karena selain jarak yang
dekat mereka pun tak perlu mengeluarkan biaya yang banyak. Bukan pantai seperti
pantai Ancol ataupun Pantai Indah Kapuk, pantai kami biasa saja, tidak ada
wahana yang mewah seperti halnya dikota lain. Akan tetapi bagi kami pantai kami
adalah suatu hiburan untuk melepaskan setres, cukup hanya dengan memandang
deburan ombak. Bukankah kami sangat sederhana?
Akan tetapi, warga desa
hanyalah warga desa. Kehidupan di desa tak sepelik kehidupan di kota. Sudah
bisa makan saja kami merasa senang. Tidak pusing memikirkan karut marut
politik. Bagi kami keputusan pemerintah mau tak mau ya harus dilaksanakan.
Meskipun kami adalah
warga desa tetapi kami menginginkan kehidupan yang lebih baik, kami
menginginkan pendidikan setinggi mungkin. Karena kami sadar dan mengetahui
bahwa pendidikanlah yang dapat merubah kehidupan kami kelak.
Desa kami mempunyai 2
sekolah dasar negeri. Untuk meneruskan ke sekolah menengah pertama kami harus
pergi ke desa tetangga yang terdapat smp negeri. Dan untuk meneruskan ke
sekolah menengah atas kami harus pergi ke luar kecamatan, dari 14 desa dari
satu kecamatan hanya terdapat satu SMA negeri dan kuota penerimaan siswa baru
yang terbatas. Setelah lulus sma, banyak diantara kami yang tidak meneruskan ke
perguruan tinggi dikarenakan kendala biaya. Di kabupaten memang terdapat
universitas ataupun sekolah tinggi, namun karena status kepemilikannya adalah
milik swasta mengharuskan kami yang ingin masuk kesana harus merogoh uang lebih
banyak. Untuk mendapatkan perguruan tinggi negeri kami harus pergi ke
Purwokerto, Semarang ataupun Surakarta. Tidak hanya itu, untuk masuk ke
perguruan tinggi negeri kami harus berjuang, mengisi SNMPTN itu jika lolos,
jika tidak harus mengikuti SBMPTN, jika tidak masih ada jalan terakhir yaitu
mandiri yang artinya tetap mengeluarkan dana yang lebih banyak.
Kendala tersebut
mungkin tak menjadi masalah yang besar bagi mereka yang mempunyai orang tua
berpenghasilan besar. Akan tetapi menjadi masalah besar bagi mereka yang
mempunyai potensi akademik namun tak mempunyai dana yang cukup. Beasiswa memang
telah ditawarkan oleh pemerintah, namun tidak ada yang menjamin bahwa mereka
akan diterima. Krisis kepercayaan membuat mereka yang bermental lemah menyerah
sebelum mencoba kembali setelah gagal bahkan ada yang tidak mencobanya sama
sekali.
Sudah seharusnya
pemerintah memberi perhatian lebih kepada desa. Sebagai penyokong kota, desa
memerlukan motivasi dari pejabat tinggi agar dapat bersaing dengan dunia yang
sesungguhnya. Tidak hanya itu, keseriusan pemerintah dalam memberikan pendidikan
terhadap anak desa sangat dibutuhkan agar dapat merubah kehidupannya kelak.
Bukankah sebagian besar APBN digunakan untuk pendidikan anak negeri ini, namun
mengapa masih banyak anak bangsa ini tidak dapat mengenyam pendidikan? Untuk
siapakah anggaran tersebut?
Menurut saya pemerintah
perlu membangun lebih banyak lagi SD, SMP, SMA dan universitas yang status
kepemilikannya adalah milik Negara, agar anak desa terjamin dibidang pendidikan.
Terutama penambahan gedung sekolah di setiap kecamatan bila perlu setiap desa. Berharap
anak Indonesia menjadi agen perubahan yang berkualitas, dan disegani oleh
bangsa asing, dapat mengelola kekayaan alam negeri sendiri dan tidak terus
menerus mengandalkan bantuan dari Negara asing.
No comments:
Post a Comment