Saturday, February 20, 2016

Makalah Undang-undang di Indonesia



Pengantar Ilmu Politik
Ubeidilah Badrun


Oleh:

Danti Kartika Bintari                               4825xxxxxx

Eva Safitri Arfan                                      4825xxxxxx

Ika Septia Ningrum                                  4825xxxxxx
Nisa Sabila Rosyad                                  4825xxxxxx

Rahmalia Fitri Nurzanah                          4825xxxxxx
Rahmawati                                                4825xxxxxx



Sosiologi Pembangunan kelas B

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

2014

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “UNDANG-UNDANG DASAR” tepat pada waktunya.
Adapun maksud dilaksanakannya penyusunan makalah ini tidak lain adalah untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Politik yang ditugaskan oleh bapak Ubedilah, M.Si. Makalah ini berisikan pengertian serta penjelasan mengenai undang-undang dasar. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan baru bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan bagi para pembaca untuk memberikan masukan dan saran sehingga makalah ini dapat lebih sempurna.

Akhir kata, kami  sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.


                                                            Jakarta, 3 Oktober 2014
                                                                                                           
  
                    Penyusun





DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan Penulisan
BAB II ISI
2.1  Pengantar 
2.2  Pengantar sifat dan fungsi undang-undang dasar
2.3  Konstitusionalisme
2.4  Ciri undang-undang dasar
2.5  Undang-undang dasar dan konvensi
2.6  Pergantian undang-undang dasar
2.7  Perubahan undang-undang dasar(amandemen)
2.8  Supremasi undang-undang dasar
2.9  Undang-undang dasar tertulis dan undang-undang dasar tidak tertulis
2.10 Undang-undang dasar yang fleksibel dan undang-undang dasar yang kaku 
2.11 Undang-undang dasar  indonesia 
BAB III PENUTUP   
4.1  Kesimpulan   
4.2  Saran 
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Suatu wilayah dikataka sebagai suatu Negara ialah apabila mempunyai wilayah, pemerintahan, warga masyarakat serta diakui keberadaannya oleh Negara-negara lain. Negara tentu saja membutuhkan pemerintahan agar dapat mengatur jalannya system kenegaraan dengan baik.
Agar system kenegaraan berjalan dengan baik pemerintah membuat peraturan-peraturan yang berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar atau konstitusi.



1.2  Rumusan Masalah
A.    Apa yang dimaksud Undang-undang Dasar atau Konstitusi?
B.     Bagaimanakah Undang-undang Dasar di Amerika Serikat dan di Indonesia?



1.3  Tujuan Penelitian
A.    Mengetahui apa yang dimaksud Undang-undang Dasar atau Konstitusi.
B.     Mengetahui Undang-undang Dasar di Amerika Serikat dan di Indonesia




BAB II
ISI

2.1 Pengantar
Istilah constution yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur secara mengikat cara-cara pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Constitution dalam bahasa Belanda berasal dari kata Growdwet (grond = dasar ; wet= undang-undang), dan dalam bahasa Jerman berasal dari grund= dasar ; gesetz = undang-undang keduanya menunjuk naskah tertulis.
Namun dalam kepustakaan Belanda (misalnya L.G van apeldroom) diadakan pembedaan antar pengertian UUD (grondwet) dan UUD (constitutie) menurut paham tersebut, undang-undang dasar adalah bagian tertulis dan tidak tertulis. Setiap UUD tertulis ada unsur “tidak tertulisnya”, sedangkan setiap UUD tidak tertulis ada unsur “tertulisnya”.

2.2 Sifat dan fungsi Undang-undang Dasar atau konstitusi
Apakah Undang-undang Dasar (UUD) itu ?
Umumnya dapat dikatakan bahwa UUD merupakan suatu perangkat peraturan yang menetukan kekuasaan dan tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan.
Sifat undang-undang dasar adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku). Konstitusi negara memiliki sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan jaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan rigid / kaku apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.
Fungsi konstitusi adalah menetukan batas-batas berbagai pusat kekuasaan dan memaparkan hubungan-hubungannya.

2.3 Konstitusionalisme
Ide pokok dari konstitusionalisme adalah bahwa pemerintah perlu dibatasi kekuasaannya(the Limited State), agar penyelenggaraannya tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian timbul konsep the Constitutional State dimana UUD dianggap sebagai institusi yang paling efektif untuk melindungi warganya melalui konsep Rule of Law atau Rechtsstaat.
Menurut Carl J. Friedrich dalam buku Constitutional Goverment  and Democracy dan Richard S. Kay menghasilkan kesimpulan bahwa konsep Rule of Law dan Rechsstaat. Merupakan inti dari demokrasi konstitusional.
Menurut sarjana ilmu politik Andrew Heywood, mengartikan konstitusionalisme ke dalam 2 sudut pandang:
1.      Dalam arti sempit
Konstitusionalisme adalah penyelenggaraan pemerintah menurut UUD.
2.      Dalam arti luas
Konstitusionalisme adalah perangkat nilai dan aspirasi politik yang mencerminkan adanya keinginan untuk melindungi kebebasan dengan melakukan pengawasan internal maupun eksternal terhadap kekuasaan pemerintah.
Gagasan konstitusionalisme telah timbul lebuh dulu daripada UUD. Paham konstitualisme dalam arti bahwa penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan karena itu kekuasaannya harus diperinci secara tegas, telah timbul pada abad pertengahan  (Middle Ages) di Eropa pada peristiwa terbentuknya Magna Charta. Magna charta berisikan perjanjian antara Raja Jhon tidak akan memunguti pajak tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahwa tidak akan diadakan penangkapan tanpa peradilan.
Pada tahun 1679 parlemen menerima Habeas Corpus Act, memberi perlindungan terhadap penangkapan sewenang-wenang dan menjamin pengadilan yang cepat.
pada tahun 1688 terjadi suatu revolusi yang disebut the Glorious Revolution, yaitu perebutan kekuasaan. Raja James II dipaksa turun takhta oleh parlemen.
Pada tahun 1689 parlemen menerima Bill Of Rights yang menjamin Habeas Corpus dan menetapkan beberapa hak bagi masyarakat.
Pada tahun 1778 di Amerika Serikat adanya perjuangan untuk pengakuan hak-hak asasi masyarakat (Bill Of Rights).
Akan tetapi “abad UUD” dimulai dengan diundangkannya UUD tertulis yang pertama yaitu UUD Amerika Serikat(1789) dan Deklarasi Perancis tentang hak-hak  Manusia dan Warga Negara(1789).

2.4 Ciri-ciri Undang-undang Dasar
1.      Organisasi Negara
2.      Hak-hak asasi manusia
3.      Prosedur mengubah UUD (amandemen)
4.      Larangan mengubah sifat tertentu dari UUD
5.      Aturan hukum yang mengikat semua warna dan lembaga Negara tanpa kecuali

Selain itu mukadimah undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi Negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang oleh penyusun UUD ingin diabadikan dalam UUD itu, sehingga mewarnai seluruh naskah UUD itu.

2.5 Undang-undang Dasar dan Konvensi
Setiap UUD mencerminkan konsep-konsep dan alam pikiran dari masa dimana ia dilahirkan, dan merupakan hasil dari keadaan material dan spiritual dari masa ia dibuat.
Konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang melainkan pada kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan presiden.
Konvensi ada dalam semua sistem UUD, dan biasanya memberikan panduan ketika aturan formal tidak memadai atau tidak jelas. Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan hal yang signifikan Karena ia memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan dan kewajiban dari institusi-institusi utama Negara.
Disamping itu, ada konvensi berdasarkan putusan-putusan hakim. Konvensi-konvensi ini telah memungkinkan UUD untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan zaman.

2.6 Pergantian Undang-undang Dasar
Adakalanya UUD dibatalkan dan diganti dengan UUD baru. Hal semacam ini terjadi jika dianggap bahwa UUD yang ada tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi harapan dan aspirasi rajyat.
Di Indonesia telah terjadi lima tahap perkembangan yaitu:
1.      Tahun 1945 (UUD Republik Indonesia yang de facto) hanya berlaku di Jawa, Madura dan Sumatera.
2.      Tahun 1949 (UUD Republik Indonesia Serikat ) yang berlaku diseluruh Indonesia, kecuali Irian Barat.
3.      Tahun 1950 (UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berlaku diseluruh Indonesia kecuali Irian Barat.
4.      Tahun 1959 (UUD Republik Indonesia tahun 1945) UUD ini mulai 1959 berlaku seluruh Indonesia termasuk Irian Barat.
5.      Taun 1999 (UUD 1945 setelah amandemen).

2.7 Perubahan undang-undang dasar(amandemen)
            Selain pergantian secara menyeluruh, tidak jarang pula Negara mengadakan perubahan sebagian dari UUD-nya. Perubahan ini dinamakan amandemen.
Di Indonesia yang berwenang mengadakan amandemen adalah MPR.
2.8 Supremasi undang-undang dasar
UUD berbeda dengan UU. UUD dibentuk dengan cara yang istimewa. Badan yang membuat UUD berbeda dengan yang membuat UU. Karena dibuat dengan istimewa UUD dianggap sesuatu yang luhur. Dari segi politis, sifat UUD lebih sempurna dan lebih tinggi dibanding UU.
UUD adalah hukum tertinggi yang harus ditaati baik oleh rakyat maupun alat-alat perlengkapan Negara.
2.9 Undang-undang dasar tertulis dan undang-undang dasar tidak tertulis
Menurut C.F. Strong dalam bukunya modern political constitutions, dan Fraley Bealey dalam bukunya element in political science. UUD disebut tertulis bila merupakan satu naskah, sedangkan UUD tak tertulis merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi.
1.      Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis BELUM

2.7 Undang-undang Dasar Tertulis
Amerika Serikat: UUD Amerika Serikat yang disusun pada tahun 1787 dan diresmikan pada tahun 1789, merupakan naskah yang tertulis didunia. Hak asasi warga Negara tercantum dalam suatu naskah yang dinamakan Bill of Rights.
Ketentuan-ketentuan konstitusional Amerika Serikat terdapat dalam:
1.      Naskah UUD
2.      Sejumlah undang-undang
3.      Sejumlah keputusan Mahkamah Agung berdasarkan hak menguji
UUD Amerika Serikat tidak menyebut adanya partai politik. Hal ini diatur dalam undang undang.
Selain partai-partai politik yang tidak disebutkan dalam UUD, juga ada sepuluh departemen, dasar serta struktur dari badan pengadilan federal dan adanya badan-badan lain seperti Bureau of the Budget yang menyusun Anggaran Belanja tidak disebut dalam UUD, tetapi diatur dengan undang-undang.
Begitu pula wewenang Mahkamah Agung untuk menguji undang-undang dan dengan demikian turut menentukan perkembangan konstitusional, sama sekali tidak disebut dalam UUD, padahal wewenang ini sangat berperan dalam masyarakat Amerika dan telah menjadikan Mahkamah Agung sebagai “Pengaman UUD” (Guardian of the Constitusion).
Hak uji ini berpangkal tolak pada suatu keputusan Mahkamah Agung yang dirumuskan oleh ketuanya John Marshall pada tahun 1803. Mahkamah Agung dapat menyatakan undang-undang itu bertentangan dengan UUD dan selanjutnya menyisihkannya, seolah-olah undang-undang itu tidak ada. Akan tetapi begitu besar pengaruh dan kewibawaan dari Mahkamah Agung, sehingga suatu pernyataan “bertentangan dengan UUD” sama efeknya dengan membatalkan UUD itu.
Berkat wewenang itu, Mahkamah Agung telah memainkan peranan penting dalam menyesuaikan UUD yang sudah lebih dari 200 tahun umunya pada perubahan-perubahan masyarakat, sekalipun prosedur mengubah UUD secara formal sangat sukar.
Begitu pula Mahkamah Agung telah memainkan peranan penting dalam memajukan status golongan orang Amerika keturunan Afrika, melalui beberapa keputusannya, diantaranya yang paling terkenal kasus Brown vs Board of veducation of Topeka (1954) yang menyatakan bahwa pemisahan berdasarkan ras adalah bertentangan dengan UUD. Umumnya dianggap bahwa keputusan ini telah mengubah tata masyarakat Amerika secara fundamental.

2.10 Undang-Undang Dasar yang Fleksibel dan Undang-Undang Dasar yang Kaku
Menurut sifatnya UUD diklasifikasikan menjadi dua, yaitu fleksibel (supel) dan kaku (rigid). Suatu UUD dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan prosedur membuat undang-undang disebut fleksibel, seperti Inggris, Selandia Baru, dan kerajaan Italia sebelum Perang Dunia II. Sedangkan UUD yang diubah dengan prosedur yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang deisebut kaku, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan sebagainya.
Tetapi, jika UUD terlalu kaku maka dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar UUD, sedangkan kalau UUD terlalu fleksibel maka UUD dianggap kurang berwibawa dan dapat disalahgunakan.
a.       Undang-Undang Dasar yang Fleksibel
Inggris: Gagasan mengenai UUD yang fleksibel berdasarkan konsep supremasi parlemen (parliamentary supremacy). Hanya parlemenlah yang bisa mengubah atau membatalkan undang-undang yang pernah dibuat oleh badan itu serta menyatakan sesuatu tafsiran Parlemen sendiri. Bahkan Mahkamah Agung tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan UUD.
Selandia Baru: Di Selandia Baru, dalam ketentuan-ketentuan konstitusional Selandia Baru yang berupa naskah dikatakan secara eksplisit bahwa Parlemen boleh bertindak sengan leluasa termasuk mengubah UUD.

b.      Undang-Undang Dasar yang Kaku
Berdasarkan perumusan tersebut di atas maka UUD yang bersifat kaku lebih banyak dibandingkan UUD yang bersifat fleksibel. Kebanyakan UUD memerlukan partisipasi dari badan lain di samping Parlemen untuk mengambil keputusan ini.
UUD yang kaku biasanya hasil kerja dari suatu konstituante yang dianggap lebih tinggi kekuasaannya daripada parlemen karena memiliki “kekuasaan membuat UUD” (pouvoir constituant). Ketika konstituante dibubarkan setelah tugasnya selesai, maka diperlukan untuk memberi pedoman bagi generasi mendatang mengenai prosedur mengubah UUD yang baru disusun. Bahkan mencantumkan ketentuan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh diubah seperti Italia (1947) mengatakan bahwa bentuk republik tidak boleh diubah.
Tetapi seorang ahli ilmu politik meragukan efektivitas larangan ini, sebab konstituante mempunyai kekuasaan yang tertinggi dan dapat berbuat menurut kehendaknya, termasuk mengubah bentuk negara.

2.11 Undang-Undang Dasar Indonesia
Dari sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa UUD yang berlaku telah beberapa kali berganti, yaitu dari UUD 1945, kemudian diganti UUD RIS 1949, lalu berganti lagi dengan UUD Sementara 1950, dan akhirnya kembali ke UUD 1945. UUD yang kini berlaku itu juga telah mengalami beberapa amandemen.
Ada beberapa peristiwa yang yang dialami UUD 1945. Ada 3 krisis yang langsung melibatkan UUD. Pertama, pada bulan November 1945 sistem pemerintahan presidensial diubah menjadi sistem pemerintahan parlementer. Kedua, Juli 1959 kita kembali ke UUD 1945. Ketiga, 1999-2002 terjadi empat kali amandemen yang banyak mengubah sistem ketatanegaraan kita.
Pada 17 Agustus  1949, Soekarno-Hatta, didukung oleh masyarakat luas, memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia. PPKI secara resmi mendukung proklamasi itu dan pada tanggal 18 Agustus 1945 mengeluarkan undang-undang untuk memberlakukan UUD yang telah dibentuk sebelumnya. UUD itu menetapkan sistem pemerintahan presidensial dengan kekuasaan yang besar ditangan presiden, meskipun kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR. Selain itu, ada DPR dan Dewan Pertimbangan Agung yang berwenang memberi nasihat kepada Presiden dan Mahkamah Agung.
Dan untuk pertama kali seorang presiden akan dipilih oleh PPKI dan bahwa, karena pembentukan MPR dan DPR ditunda, wewenang kedua badan ini akan dijalankan oleh presiden dengan nasihat dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
PPKI pada 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.
Pada awalnya KNIP hanya dimaksudkan sebagai badan penasihat presiden. Akan tetapi sekelompok intelektual berpendapat bahwa akan lebih demokratis jika KNIP diberi wewenang sebagai semacam badan legislatif dengan kekuasaan legislatif bersama presiden. Untuk mencapai tujuannya, kelompok ini bekerja melalui beberapa tahap. Sebagai langkah pertama, pada tanggal 7 Oktober 1945, 50 dari 150 anggota KNIP menyerahkan sebuah petisi kepada pemerintah agar KNIP tidak hanya sebagai badan penasihat tetapi juga diberi kekuasaan legislatif. Baik Soekarno maupun Hatta setuju dan pada tanggal 16 Oktober 1945, dalam rapat KNIP berikutnya di Jakarta, wakil presiden atas nama presiden menandatangani Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945. Ditentukan bahwa selama MPR dan DPR belum dapat dibentuk, KNIP akan diberi kekuasaan legislatif dan wewenang untuk ikut serta dalam penentuan garis-garis besar haluan negara. Oleh karena disadari bahwa suatu badan yang besar seperti KNIP tidak mungkin melaksanakan fungsinya dalam keadaan genting yang sedang dihadapi. Sebagai langkah akhir, pada tanggal 11 November 1945 Badan Pekerja mengajukan petisi kepada pemerintah agar para menteri kabinet bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden. Pemerintah setuju dan untuk itu mengeluarkan Maklumat Presiden yang mulai berlaku pada tanggal 14 November 1945. Kemudian, presiden Soekarno melantik kabinet perlementer yang pertama dengan Syahrir sebagai perdana menteri. Dengan demikian UUD telah diamandemen dari sistem presidensial menjadi parlementer.
Dengan demikian sistem ini selanjutnya dikukuhkan dalam UUD Republik Indonesia Serikat 1949. Melalui pemindahan ke sistem parlementer, maka jabatan kepala negara (presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Berhubunh hingga tahun 1949 MPR belum juga terbentuk , maka hingga saat itu juga belum tersusun UUD yang baru. Malah hasil perundingan dengan Belanda di Konferensi Meja Bundar membuat pihak Indonesia terpaksa menerima bentuk negara Republik Indonesia Serikat dengan UUD Republik Indonesia Serikat 1949, yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dengan Uud Republik Indonesia Serikat berarti indonesia menerima bentuk federalisme.
Tetapi federalisme hanya berlangsung singkat, sekitar 7 bulan. Tidak lama setelah bentuk federalisme diberlakukan, rakyat di banyak negara bagian mengadakan perlawanan. Akhirnya pada bulan April 1950, 13 negara bagian menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia untuk membentuk negara kesatuan. Akhirnya pada 17 Agustus 1950 pemerintah federal dan Republik Indonesia sepakat untuk membentuk negara kesatuan, dan UUD yang digunakan adalah UUD Sementara 1950. Dengan demikian berakhir jugalah UUD RIS yang mendasari bentuk federalisme.
UUD Sementara 1950 juga mengamanatkan agar segera disusun sebuah UUD yang baru. Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum Desember 1955 ternyata tidak berhasil menyusun UUD baru. Sidang-sidang yang diselenggarakan oleh lembaga ini tidak pernah berjala dengan lancar, malah sebaliknya menjadi ajangbperdebatan yang berkepanjangan. Satu di antara masalah yang paling krusial dan tidak kunjung mencapai kesepakatan adalah perdebatan tentang ideologi negara. Maka pada bulan April 1959 presiden Soekarno menyampaikan anjuran kepada konstituante agar menetapkan kembali UUD 1945 sebagai UUD negara. Karena setelah itu sidang-sidang konstituante tetap saja berlangsung alot dan menemui jalan buntu, maka pada 5 juli 19959 presiden soekarno mengeluarkan Dekrit yang isinya menetapkan kembali UUD 1945 sebagi UUD Negara RI. Dan sebagai konsekuensinya aspek ketatanegaraan segera disesuaikan dengan ketentuan UUD 1945. Misalnya sistem pemerintahan adalah presidensial, dimana tanggung jawa di tangan presiden sedangkan menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
Tetapi semakin bertambah tahun ternyata kecenderungan yang terjadi bukannya mengarah ke penegakan UUD secara benar melainkan pemupukan kekuasaan ke tangan presiden. Pertentangan yang paling mencolok dengan UUD 1945 adalah adanya produk hukum yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Setelah presiden Soekarno jatuh dari kekuasaan dan digantikan oleh rezim Orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto, yang didengung-dengungkan adalah melaksanakan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen.
Sejak saat itu perubahan terhadap UUD 1945 (dengan jalan amandemen) telah dilakukan empat kali. Perubahan pertama dilakukan melalui sidang Umum MPR Oktober 1999. Perubahan kedua melalui sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Perubahan ketiga melalui sidang Tahunan MPR Agustus 2002. UUD1945 yang telah diamandemen inilah yang sekarang menjadi UUD kita.
Meskipun demikian, rumusan UUD 1945 cukup memberi kerangka konstitusional untuk dipakai dalam menghadapi masa depan. Perumusannya juga tidak mengekang generasi-generasi baru untuk berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya, sehingga dengan segala kelemahan yang melekat padanya dapat diterima oleh semua golongan masyarakat untuk kurun waktu yang cukup lama sebelum kemudian (pada tahun 1999-2002) diamandemen.

No comments:

Post a Comment