Oleh:
Danti Kartika Bintari 4825xxxxxx
Eva Safitri Arfan 4825xxxxxx
Ika Septia Ningrum 4825xxxxxx
Nisa Sabila Rosyad 4825xxxxxx
Rahmalia Fitri Nurzanah 4825xxxxxx
Rahmawati 4825xxxxxx
Sosiologi
Pembangunan kelas B
Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas
Negeri Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “UNDANG-UNDANG DASAR” tepat pada waktunya.
Adapun maksud dilaksanakannya penyusunan makalah ini
tidak lain adalah untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Politik yang ditugaskan
oleh bapak Ubedilah, M.Si. Makalah ini berisikan pengertian serta penjelasan mengenai undang-undang dasar.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan wawasan baru bagi para pembaca.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kami mengharapkan
bagi para pembaca untuk
memberikan masukan dan saran sehingga makalah ini dapat lebih sempurna.
Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha
kita. Aamiin.
Jakarta, 3 Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
BAB
II ISI
2.1 Pengantar
2.2 Pengantar sifat dan fungsi undang-undang dasar
2.3 Konstitusionalisme
2.4 Ciri undang-undang dasar
2.5 Undang-undang dasar dan
konvensi
2.6 Pergantian undang-undang dasar
2.7 Perubahan undang-undang
dasar(amandemen)
2.8 Supremasi undang-undang
dasar
2.9 Undang-undang dasar tertulis dan undang-undang dasar
tidak tertulis
2.10 Undang-undang
dasar yang fleksibel dan undang-undang dasar yang
kaku
2.11 Undang-undang
dasar indonesia
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Suatu wilayah dikataka sebagai suatu
Negara ialah apabila mempunyai wilayah, pemerintahan, warga masyarakat serta
diakui keberadaannya oleh Negara-negara lain. Negara tentu saja membutuhkan
pemerintahan agar dapat mengatur jalannya system kenegaraan dengan baik.
Agar system kenegaraan berjalan dengan baik pemerintah
membuat peraturan-peraturan yang berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat
yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar atau konstitusi.
1.2 Rumusan
Masalah
A.
Apa yang dimaksud Undang-undang Dasar atau Konstitusi?
B.
Bagaimanakah Undang-undang Dasar di Amerika Serikat
dan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
A.
Mengetahui apa yang dimaksud Undang-undang Dasar atau
Konstitusi.
B.
Mengetahui Undang-undang Dasar di Amerika Serikat dan
di Indonesia
BAB
II
ISI
2.1 Pengantar
Istilah constution
yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik tertulis maupun yang tidak
tertulis, yang mengatur secara mengikat cara-cara pemerintahan diselenggarakan
dalam suatu masyarakat.
Constitution dalam
bahasa Belanda berasal dari kata Growdwet (grond = dasar ; wet= undang-undang),
dan dalam bahasa Jerman berasal dari grund= dasar ; gesetz = undang-undang keduanya
menunjuk naskah tertulis.
Namun dalam kepustakaan
Belanda (misalnya L.G van apeldroom) diadakan pembedaan antar pengertian UUD
(grondwet) dan UUD (constitutie) menurut paham tersebut, undang-undang dasar
adalah bagian tertulis dan tidak tertulis. Setiap UUD tertulis ada unsur “tidak
tertulisnya”, sedangkan setiap UUD tidak tertulis ada unsur “tertulisnya”.
2.2 Sifat dan fungsi Undang-undang
Dasar atau konstitusi
Apakah Undang-undang
Dasar (UUD) itu ?
Umumnya dapat dikatakan
bahwa UUD merupakan suatu perangkat peraturan yang menetukan kekuasaan dan
tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan.
Sifat undang-undang
dasar adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku). Konstitusi negara memiliki
sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan
sewaktu-waktu sesuai perkembangan jaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan
konstitusi negara dikatakan rigid / kaku apabila konstitusi itu sulit untuk
diubah kapanpun.
Fungsi konstitusi
adalah menetukan batas-batas berbagai pusat kekuasaan dan memaparkan
hubungan-hubungannya.
2.3 Konstitusionalisme
Ide pokok dari
konstitusionalisme adalah bahwa pemerintah perlu dibatasi kekuasaannya(the
Limited State), agar penyelenggaraannya tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian timbul konsep the Constitutional State dimana UUD dianggap sebagai
institusi yang paling efektif untuk melindungi warganya melalui konsep Rule of
Law atau Rechtsstaat.
Menurut Carl J.
Friedrich dalam buku Constitutional Goverment
and Democracy dan Richard S. Kay menghasilkan kesimpulan bahwa konsep
Rule of Law dan Rechsstaat. Merupakan inti dari demokrasi konstitusional.
Menurut sarjana ilmu
politik Andrew Heywood, mengartikan konstitusionalisme ke dalam 2 sudut
pandang:
1. Dalam
arti sempit
Konstitusionalisme
adalah penyelenggaraan pemerintah menurut UUD.
2. Dalam
arti luas
Konstitusionalisme
adalah perangkat nilai dan aspirasi politik yang mencerminkan adanya keinginan
untuk melindungi kebebasan dengan melakukan pengawasan internal maupun
eksternal terhadap kekuasaan pemerintah.
Gagasan
konstitusionalisme telah timbul lebuh dulu daripada UUD. Paham konstitualisme
dalam arti bahwa penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan karena itu
kekuasaannya harus diperinci secara tegas, telah timbul pada abad pertengahan (Middle Ages) di Eropa pada peristiwa
terbentuknya Magna Charta. Magna charta berisikan perjanjian antara Raja Jhon
tidak akan memunguti pajak tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahwa
tidak akan diadakan penangkapan tanpa peradilan.
Pada tahun 1679
parlemen menerima Habeas Corpus Act, memberi perlindungan terhadap penangkapan
sewenang-wenang dan menjamin pengadilan yang cepat.
pada tahun 1688 terjadi
suatu revolusi yang disebut the Glorious Revolution, yaitu perebutan kekuasaan.
Raja James II dipaksa turun takhta oleh parlemen.
Pada tahun 1689
parlemen menerima Bill Of Rights yang menjamin Habeas Corpus dan menetapkan
beberapa hak bagi masyarakat.
Pada tahun 1778 di
Amerika Serikat adanya perjuangan untuk pengakuan hak-hak asasi masyarakat
(Bill Of Rights).
Akan tetapi “abad UUD”
dimulai dengan diundangkannya UUD tertulis yang pertama yaitu UUD Amerika
Serikat(1789) dan Deklarasi Perancis tentang hak-hak Manusia dan Warga Negara(1789).
2.4 Ciri-ciri Undang-undang
Dasar
1. Organisasi
Negara
2. Hak-hak
asasi manusia
3. Prosedur
mengubah UUD (amandemen)
4. Larangan
mengubah sifat tertentu dari UUD
5. Aturan
hukum yang mengikat semua warna dan lembaga Negara tanpa kecuali
Selain
itu mukadimah undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan asas-asas
ideologi Negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang oleh
penyusun UUD ingin diabadikan dalam UUD itu, sehingga mewarnai seluruh naskah
UUD itu.
2.5 Undang-undang Dasar
dan Konvensi
Setiap UUD mencerminkan
konsep-konsep dan alam pikiran dari masa dimana ia dilahirkan, dan merupakan
hasil dari keadaan material dan spiritual dari masa ia dibuat.
Konvensi adalah aturan
perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang melainkan pada
kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan presiden.
Konvensi ada dalam
semua sistem UUD, dan biasanya memberikan panduan ketika aturan formal tidak
memadai atau tidak jelas. Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan
hal yang signifikan Karena ia memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan dan
kewajiban dari institusi-institusi utama Negara.
Disamping itu, ada
konvensi berdasarkan putusan-putusan hakim. Konvensi-konvensi ini telah
memungkinkan UUD untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan
zaman.
2.6 Pergantian
Undang-undang Dasar
Adakalanya UUD
dibatalkan dan diganti dengan UUD baru. Hal semacam ini terjadi jika dianggap
bahwa UUD yang ada tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak lagi
memenuhi harapan dan aspirasi rajyat.
Di Indonesia telah
terjadi lima tahap perkembangan yaitu:
1. Tahun
1945 (UUD Republik Indonesia yang de facto) hanya berlaku di Jawa, Madura dan
Sumatera.
2. Tahun
1949 (UUD Republik Indonesia Serikat ) yang berlaku diseluruh Indonesia,
kecuali Irian Barat.
3. Tahun
1950 (UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berlaku diseluruh Indonesia
kecuali Irian Barat.
4. Tahun
1959 (UUD Republik Indonesia tahun 1945) UUD ini mulai 1959 berlaku seluruh
Indonesia termasuk Irian Barat.
5. Taun
1999 (UUD 1945 setelah amandemen).
2.7 Perubahan undang-undang dasar(amandemen)
Selain pergantian secara menyeluruh, tidak jarang pula
Negara mengadakan perubahan sebagian dari UUD-nya. Perubahan ini dinamakan
amandemen.
Di Indonesia yang
berwenang mengadakan amandemen adalah MPR.
2.8 Supremasi undang-undang dasar
UUD berbeda dengan UU. UUD dibentuk
dengan cara yang istimewa. Badan yang membuat UUD berbeda dengan yang membuat
UU. Karena dibuat dengan istimewa UUD dianggap sesuatu yang luhur. Dari segi
politis, sifat UUD lebih sempurna dan lebih tinggi dibanding UU.
UUD adalah hukum tertinggi yang
harus ditaati baik oleh rakyat maupun alat-alat perlengkapan Negara.
2.9 Undang-undang dasar tertulis dan undang-undang dasar
tidak tertulis
Menurut C.F. Strong dalam bukunya
modern political constitutions, dan Fraley Bealey dalam bukunya element in
political science. UUD disebut tertulis bila merupakan satu naskah, sedangkan
UUD tak tertulis merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan
konvensi.
1. Undang-Undang
Dasar Tidak Tertulis BELUM
2.7 Undang-undang Dasar
Tertulis
Amerika
Serikat: UUD Amerika Serikat yang disusun pada tahun 1787
dan diresmikan pada tahun 1789, merupakan naskah yang tertulis didunia. Hak
asasi warga Negara tercantum dalam suatu naskah yang dinamakan Bill of Rights.
Ketentuan-ketentuan
konstitusional Amerika Serikat terdapat dalam:
1. Naskah
UUD
2. Sejumlah
undang-undang
3. Sejumlah
keputusan Mahkamah Agung berdasarkan hak menguji
UUD
Amerika Serikat tidak menyebut adanya partai politik. Hal ini diatur dalam
undang undang.
Selain
partai-partai politik yang tidak disebutkan dalam UUD, juga ada sepuluh
departemen, dasar serta struktur dari badan pengadilan federal dan adanya
badan-badan lain seperti Bureau of the
Budget yang menyusun Anggaran Belanja tidak disebut dalam UUD, tetapi
diatur dengan undang-undang.
Begitu
pula wewenang Mahkamah Agung untuk menguji undang-undang dan dengan demikian
turut menentukan perkembangan konstitusional, sama sekali tidak disebut dalam
UUD, padahal wewenang ini sangat berperan dalam masyarakat Amerika dan telah
menjadikan Mahkamah Agung sebagai “Pengaman UUD” (Guardian of the
Constitusion).
Hak
uji ini berpangkal tolak pada suatu keputusan Mahkamah Agung yang dirumuskan
oleh ketuanya John Marshall pada tahun 1803. Mahkamah Agung dapat menyatakan
undang-undang itu bertentangan dengan UUD dan selanjutnya menyisihkannya,
seolah-olah undang-undang itu tidak ada. Akan tetapi begitu besar pengaruh dan
kewibawaan dari Mahkamah Agung, sehingga suatu pernyataan “bertentangan dengan
UUD” sama efeknya dengan membatalkan UUD itu.
Berkat
wewenang itu, Mahkamah Agung telah memainkan peranan penting dalam menyesuaikan
UUD yang sudah lebih dari 200 tahun umunya pada perubahan-perubahan masyarakat,
sekalipun prosedur mengubah UUD secara formal sangat sukar.
Begitu
pula Mahkamah Agung telah memainkan peranan penting dalam memajukan status
golongan orang Amerika keturunan Afrika, melalui beberapa keputusannya,
diantaranya yang paling terkenal kasus Brown vs Board of veducation of Topeka
(1954) yang menyatakan bahwa pemisahan berdasarkan ras adalah bertentangan
dengan UUD. Umumnya dianggap bahwa keputusan ini telah mengubah tata masyarakat
Amerika secara fundamental.
2.10 Undang-Undang
Dasar yang Fleksibel dan Undang-Undang Dasar yang Kaku
Menurut
sifatnya UUD diklasifikasikan menjadi dua, yaitu fleksibel (supel) dan kaku
(rigid). Suatu UUD dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan prosedur
membuat undang-undang disebut fleksibel, seperti Inggris, Selandia Baru, dan
kerajaan Italia sebelum Perang Dunia II. Sedangkan UUD yang diubah dengan
prosedur yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang deisebut kaku,
seperti Amerika Serikat, Kanada, dan sebagainya.
Tetapi,
jika UUD terlalu kaku maka dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar
UUD, sedangkan kalau UUD terlalu fleksibel maka UUD dianggap kurang berwibawa
dan dapat disalahgunakan.
a. Undang-Undang
Dasar yang Fleksibel
Inggris: Gagasan
mengenai UUD yang fleksibel berdasarkan konsep supremasi parlemen (parliamentary supremacy). Hanya
parlemenlah yang bisa mengubah atau membatalkan undang-undang yang pernah
dibuat oleh badan itu serta menyatakan sesuatu tafsiran Parlemen sendiri.
Bahkan Mahkamah Agung tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu
undang-undang bertentangan dengan UUD.
Selandia Baru:
Di Selandia Baru, dalam ketentuan-ketentuan konstitusional Selandia Baru yang
berupa naskah dikatakan secara eksplisit bahwa Parlemen boleh bertindak sengan
leluasa termasuk mengubah UUD.
b. Undang-Undang
Dasar yang Kaku
Berdasarkan
perumusan tersebut di atas maka UUD yang bersifat kaku lebih banyak
dibandingkan UUD yang bersifat fleksibel. Kebanyakan UUD memerlukan partisipasi
dari badan lain di samping Parlemen untuk mengambil keputusan ini.
UUD
yang kaku biasanya hasil kerja dari suatu konstituante yang dianggap lebih
tinggi kekuasaannya daripada parlemen karena memiliki “kekuasaan membuat UUD” (pouvoir constituant). Ketika
konstituante dibubarkan setelah tugasnya selesai, maka diperlukan untuk memberi
pedoman bagi generasi mendatang mengenai prosedur mengubah UUD yang baru
disusun. Bahkan mencantumkan ketentuan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh
diubah seperti Italia (1947) mengatakan bahwa bentuk republik tidak boleh
diubah.
Tetapi
seorang ahli ilmu politik meragukan efektivitas larangan ini, sebab
konstituante mempunyai kekuasaan yang tertinggi dan dapat berbuat menurut
kehendaknya, termasuk mengubah bentuk negara.
2.11 Undang-Undang
Dasar Indonesia
Dari
sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa UUD yang berlaku telah
beberapa kali berganti, yaitu dari UUD 1945, kemudian diganti UUD RIS 1949,
lalu berganti lagi dengan UUD Sementara 1950, dan akhirnya kembali ke UUD 1945.
UUD yang kini berlaku itu juga telah mengalami beberapa amandemen.
Ada
beberapa peristiwa yang yang dialami UUD 1945. Ada 3 krisis yang langsung
melibatkan UUD. Pertama, pada bulan November 1945 sistem pemerintahan
presidensial diubah menjadi sistem pemerintahan parlementer. Kedua, Juli 1959
kita kembali ke UUD 1945. Ketiga, 1999-2002 terjadi empat kali amandemen yang
banyak mengubah sistem ketatanegaraan kita.
Pada
17 Agustus 1949, Soekarno-Hatta,
didukung oleh masyarakat luas, memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia.
PPKI secara resmi mendukung proklamasi itu dan pada tanggal 18 Agustus 1945
mengeluarkan undang-undang untuk memberlakukan UUD yang telah dibentuk
sebelumnya. UUD itu menetapkan sistem pemerintahan presidensial dengan
kekuasaan yang besar ditangan presiden, meskipun kekuasaan tertinggi berada di
tangan MPR. Selain itu, ada DPR dan Dewan Pertimbangan Agung yang berwenang
memberi nasihat kepada Presiden dan Mahkamah Agung.
Dan
untuk pertama kali seorang presiden akan dipilih oleh PPKI dan bahwa, karena
pembentukan MPR dan DPR ditunda, wewenang kedua badan ini akan dijalankan oleh
presiden dengan nasihat dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
PPKI
pada 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil
presiden.
Pada
awalnya KNIP hanya dimaksudkan sebagai badan penasihat presiden. Akan tetapi
sekelompok intelektual berpendapat bahwa akan lebih demokratis jika KNIP diberi
wewenang sebagai semacam badan legislatif dengan kekuasaan legislatif bersama
presiden. Untuk mencapai tujuannya, kelompok ini bekerja melalui beberapa
tahap. Sebagai langkah pertama, pada tanggal 7 Oktober 1945, 50 dari 150
anggota KNIP menyerahkan sebuah petisi kepada pemerintah agar KNIP tidak hanya
sebagai badan penasihat tetapi juga diberi kekuasaan legislatif. Baik Soekarno
maupun Hatta setuju dan pada tanggal 16 Oktober 1945, dalam rapat KNIP
berikutnya di Jakarta, wakil presiden atas nama presiden menandatangani
Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945. Ditentukan bahwa selama MPR dan
DPR belum dapat dibentuk, KNIP akan diberi kekuasaan legislatif dan wewenang
untuk ikut serta dalam penentuan garis-garis besar haluan negara. Oleh karena
disadari bahwa suatu badan yang besar seperti KNIP tidak mungkin melaksanakan
fungsinya dalam keadaan genting yang sedang dihadapi. Sebagai langkah akhir,
pada tanggal 11 November 1945 Badan Pekerja mengajukan petisi kepada pemerintah
agar para menteri kabinet bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden.
Pemerintah setuju dan untuk itu mengeluarkan Maklumat Presiden yang mulai
berlaku pada tanggal 14 November 1945. Kemudian, presiden Soekarno melantik
kabinet perlementer yang pertama dengan Syahrir sebagai perdana menteri. Dengan
demikian UUD telah diamandemen dari sistem presidensial menjadi parlementer.
Dengan
demikian sistem ini selanjutnya dikukuhkan dalam UUD Republik Indonesia Serikat
1949. Melalui pemindahan ke sistem parlementer, maka jabatan kepala negara
(presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Berhubunh
hingga tahun 1949 MPR belum juga terbentuk , maka hingga saat itu juga belum
tersusun UUD yang baru. Malah hasil perundingan dengan Belanda di Konferensi
Meja Bundar membuat pihak Indonesia terpaksa menerima bentuk negara Republik
Indonesia Serikat dengan UUD Republik Indonesia Serikat 1949, yang dibuat oleh
kedua belah pihak. Dengan Uud Republik Indonesia Serikat berarti indonesia
menerima bentuk federalisme.
Tetapi
federalisme hanya berlangsung singkat, sekitar 7 bulan. Tidak lama setelah
bentuk federalisme diberlakukan, rakyat di banyak negara bagian mengadakan
perlawanan. Akhirnya pada bulan April 1950, 13 negara bagian menyatakan
bergabung dengan Republik Indonesia untuk membentuk negara kesatuan. Akhirnya
pada 17 Agustus 1950 pemerintah federal dan Republik Indonesia sepakat untuk
membentuk negara kesatuan, dan UUD yang digunakan adalah UUD Sementara 1950.
Dengan demikian berakhir jugalah UUD RIS yang mendasari bentuk federalisme.
UUD
Sementara 1950 juga mengamanatkan agar segera disusun sebuah UUD yang baru.
Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum Desember 1955 ternyata tidak
berhasil menyusun UUD baru. Sidang-sidang yang diselenggarakan oleh lembaga ini
tidak pernah berjala dengan lancar, malah sebaliknya menjadi ajangbperdebatan
yang berkepanjangan. Satu di antara masalah yang paling krusial dan tidak
kunjung mencapai kesepakatan adalah perdebatan tentang ideologi negara. Maka
pada bulan April 1959 presiden Soekarno menyampaikan anjuran kepada
konstituante agar menetapkan kembali UUD 1945 sebagai UUD negara. Karena
setelah itu sidang-sidang konstituante tetap saja berlangsung alot dan menemui
jalan buntu, maka pada 5 juli 19959 presiden soekarno mengeluarkan Dekrit yang
isinya menetapkan kembali UUD 1945 sebagi UUD Negara RI. Dan sebagai konsekuensinya
aspek ketatanegaraan segera disesuaikan dengan ketentuan UUD 1945. Misalnya
sistem pemerintahan adalah presidensial, dimana tanggung jawa di tangan
presiden sedangkan menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
Tetapi
semakin bertambah tahun ternyata kecenderungan yang terjadi bukannya mengarah
ke penegakan UUD secara benar melainkan pemupukan kekuasaan ke tangan presiden.
Pertentangan yang paling mencolok dengan UUD 1945 adalah adanya produk hukum
yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Setelah
presiden Soekarno jatuh dari kekuasaan dan digantikan oleh rezim Orde baru yang
dipimpin Presiden Soeharto, yang didengung-dengungkan adalah melaksanakan UUD
1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen.
Sejak
saat itu perubahan terhadap UUD 1945 (dengan jalan amandemen) telah dilakukan
empat kali. Perubahan pertama dilakukan melalui sidang Umum MPR Oktober 1999.
Perubahan kedua melalui sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Perubahan ketiga
melalui sidang Tahunan MPR Agustus 2002. UUD1945 yang telah diamandemen inilah
yang sekarang menjadi UUD kita.
Meskipun
demikian, rumusan UUD 1945 cukup memberi kerangka konstitusional untuk dipakai
dalam menghadapi masa depan. Perumusannya juga tidak mengekang
generasi-generasi baru untuk berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya,
sehingga dengan segala kelemahan yang melekat padanya dapat diterima oleh semua
golongan masyarakat untuk kurun waktu yang cukup lama sebelum kemudian (pada
tahun 1999-2002) diamandemen.
No comments:
Post a Comment