1. PERKEMBANGAN
SOSIOLOGI
Ø Tahap
sebelum Auguste Comte
1 Seorang filsuf
Barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat. Sebetulnya Plato
bermaksut untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk Negara yang
dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap
system-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat
sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan
mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu
keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan
intelegensia. Intelegensia merupakan unsur pengendali sehingga suatu Negara
seyogyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi
tadi.
Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga didalam
masyarakat, Plato berhasil menunjukan hubungan fungsional antara
lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang
menyeluruh. Dengan demikian Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang
masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomi dan social. Suatu
unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya system hukum yang
identic dengan moral karena didasarkan pada keadilan.
Aristoteles(384-322SM) mengikuti system analisis
secara organis dari Plato. Didalam bukunya politics, Aristoteles mengadakan
suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat.
Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah
ekonomi dan social. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles
terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara
masyarakat dengan organisme biologis manusia. Di samping itu, Aristoteles
menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral(etika dalam arti
yang sempit).
Ahli filsafat Arab, Ibn Khaldun(1332-1406) yang
mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian social
dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dijumpai
bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara.
Factor yang menyebabkan bersatunya manusia didalam suku-suku klan, Negara dan
sebagainya adalah rasa solidaritas.
Pada zaman Renaissance(1200-1600), Thomas More
dengan Utopia-nya dan Campanella yang menulis City of the Sun. mereka masih
sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adaya masyarakat yang ideal.
Berbeda dengan mereka N. Machiavelli terkenal dengan bukunya II principe yang
menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Pengaruh ajaran Machievelli
antara lain suatu ajaran bahwa teori-teori politik dan social memusatkan
perhatian mekanisme pemerintahan.[1]
Abad ke-17 yang ditandai dengan munculnya tulisan
Hobbes(1588-1679) yang berjudul The Laviathan. Inti ajarannya di ilhami oleh
alam, fisika, dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah,
kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis sehingga
manusia selalu sering berkelahi. Akan tetapi mereka mempunyai fikiran bahwa
hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik. Keadaan semacam itu akan
tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan
pihak-pihak yang mempunyai wewenang., yaitu pihak yang akan dapat memelihara
ketentraman. Supaya keadaan damai itu terpelihara, orang-orang harus sepenuhnya
mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah
masayarakat dapat berfungsi semestinya.
Walaupun ajaran-ajaran pada abad ke-18 masih
bersifat rasionalistis, sifatnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad
ini muncullah antara lain John Locke (1632-1704) dan J. J. Rousseau (1712-1778)
yang masih berpegang pada konsep kontrak social Hobbes. Menurut Locke, manusia
pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan
dan hak atas harta benda. Rosseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara
pemerintah dengan yang diperintah menyebbakan tumbuhnya suatu kolektivitas yang
mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum.
Pada awal adab ke-19, muncul ajaran-ajaran lain diantaranya
Saint Simon(1760-1825) yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya
dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Didalam bukunya yang berjudul Memoirs
sur la Science de l’Home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu
ilmu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya
dianalisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
Masayarakat bukanlah semata-mata suatu kumpulan orang belaka yang
tindakan-tindakannya tidak mempunya sebab, kecuali kemauan masing-masing.
Ø Tahap
Auguste Comte(1798-1853)
Auguste Comete yang pertama-tama memakai istilah
“sosiologi” adalah orang yang pertama membedakan antara ruang lingkup dan isi
sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Menurut
Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan
perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap teologis atau
fiktif, yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala
disekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang
dikendalikan roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tahap kedua yang merupakan perkembangan dari tahap
pertama adalah tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada
akhirnya akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh
cita-cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita
terkait pada waktu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan
hukum-hukum alam yang seragam. Hal yang terakhir inilah yang merupakan tugas
ilmu pengetahuan positif, yang merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari perkembadangan manusia. Ketiga tahap
tadi dapat memenuhi pikiran manusia pada saat yang bersamaan, dimana
kadang-kadang timbul pertentangan-pertentangan. Selanjutnya mengaitkan
industrialisasi dengan tahap ketiga dari perkembangan pikiran manusia. Secara
logis, maka dalam industry tersebut akan terjadi perdamaian yang kekal. Itulah
asumsi Comte, karena tahap-tahap sebelumnya ditandai dengan adanya masa
perbuadkan dan militerisme yang penuh dengan pertikaian.
Menurut Comte suatu ilmu pengetahuan bersifat
positif, apabila ilmu pe ngetahuan tersebut memusatkan perhatian pada
gejala-gejala yang nyata dan kongkret, tanpa ada halangan dari
pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hierarki atau tingkatan ilmu-ilmu
pengetahuan manurut tingkat pengurangan generalitas dan penambahan
kompleksitasnya adalah:
a. Matematika
b. Astronomi
c. Fisika
d. Ilmu
kimia
e. Biologi
f. Sosiologi
Hal yang menonjol dari sistematika Comte adalah
penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan yang akan
berkembang dengan pesat sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang
hukum-hukum dasar dari gejala social. Comte kemudian membedakan antara
sosiologi statis dengan sosiologi dinamis.
Sosiologi statis memusatkan perhatian pada
hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Studi ini
merupakan semacam anatomi social yang mepelajari aksi-aksi dan reaksi
timbal-balik dari suatu system-sistem social. Cita-cita dasar yang mempelajari
sosiologi statis adalah bahwa semua gejala social saling berkaitan, yang
berarti bahwa percuma untuk mempelajari salah satu gejala social secara
tersendiri. Unit social yang penting bukanlah individu, melainkan keluarga yang
bagian-bagiannya terikat oleh simpati. Agar suatu masyarakat berkembang simpati
harus diganti dengan kooperasi, yang hanya mungkin ada apabila ada pembagia
kerja.
Sosiologi dinamis merupakan teori tentang
perkembangan dalam arti pembangunan. Ilmu pengetahuan ini menggambarkan
cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi dari tingkat
intelegensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian,
dinamika menyangkut masyarakat-masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan.
Comte yakin bahwa masyarakat akan berkembang menuju suatu kesempurnaan.
Ø Tahap
sesudah Auguste Comte
1. 2
Emile
Durkheim(1858-1917)
Hubungan Durkheim dengan pencerahan jauh lebih
mendua ketimbang Comte. Durkheim dipandang sebagai pewaris tradisi pencerahan
karena penekanannya pada sains dan reformisme social. Akan tetapi Durkheim
dipandang sebagai pewaris tradisi konservatif, khususnya seperti tercermin
dalam karya Comte. Bedanya, sementara Comte tetap berada diluar dunia akademi,
Durkheim mengembangkan basis akademi yang kokoh untuk kemajuan karirnya.
Durkheim meligitimasi sosiologi di Perancis dan karyanya akhirnya menjadi
kekuatan dominan dalam perkembangan sosiologi pada umumnya, dan perkembangan
teori sosiologi pada khususnya(R. Jones, 2000).
Secara politik Durkheim adalah seorang liberal,
tetapi secara intelektual tergolong konservatif. Ketika teori sosiologi klasik
berkembang, gagasan Durkheim tentang keteraturan dan reformasi menjadi dominan
sedangkan pemikiran Marxian merosot.
Fakta-fakta social. Durkheim mengembangkan konsep
masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris.
Dalam The Rule of Sociological Method(1895/1982) Durkheim menekankan bahwa
tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut sebagai fakta-fakta social.
Dalam bukunya yang berjudul Suicide(1897-1951) Durkheim berpendapat bahwa bila
ia dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri itu dengan
sebab-sebab social(fakta sosial) maka ia akan dapat menciptakan alasan
meyakinkan tentang pentingnya disiplin sosiologi.
Dalam bukunya The Rule of Sociological Method ia
membedakan antara dua tipe fakta social, material dan nonmaterial. Meski ia
membahas keduanya dalam karyanya , perhatian utamanya lebih tertuju kepada
fakta social nonmaterial(misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang fakta
social material(misalnya birokrasi, hukum).
Agama. Dalam karyanya yang kemudian, fakta social
nonmaterial menempati posisi yang jauh lebih sentral. Dalam karyanya yang
terakhir, The Elementary Forms of Religious Life(1912-1965), ia memusatkan
perhatian pada bentuk terakhir fakta social nonmaterial yakni agama.
2.
Karl Marx(1818-1883)
Pada tahun 1843 Marx
meninggalkan Jerman untuk mendapatkan suasana yang lebih liberal di Paris. Di
Paris ia bergulat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga
menghadapi dua kum[2]pulan
gagasan baru sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara unik
ia mengg[3]abungkan
Hegelianisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi
intelektualnya. Hal yang sangat penting pula adalah pertemuannya dengan orang
yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donator dan kolaboratornya yakni
Fredrich Engels. Engels adalah anak pengusaha pabrik yang mengkritik kondisi
kehidupan yang dialami kelas buruh. Banyak diantara rasa kasihan Marx terhadap
kesengsaraan kelas buruh yang berasal dari paparannya kepada Engels dan
gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang di
sebuah café terkenal di Paris dan meletakkan ladasan kerja untuk bersahabat
seumur hidup. Ditahun berikutnya Engels menerbitkan karyanya The Condition of
The Working Class in England.
Meski Marx dan Engels
mempunyai orientasi teoritis yang sama, namun ada juga beberapa perbedaan
diantara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang
kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarganya. Engels adalah
pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya kepada
lembaga keluarga. Meskipun mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama
yang akrab sehingga mereka berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan
bekerja sama dalam organisasi radikal, bahkan Engels membatu membiayai hidup
nya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatian pada kegiatan intelektual
dan politiknya.
Karena beberapa
tulisannya mengganggu pemerintah Prusia, pemerintah Perancis(atas permohonan
pemerintah Prusia) mengusir Marx pada tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke
Brussel. Radikalismenya meningkat dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner
internasional. Tahun 1849 ia pindah ke London. Ia mulai menarik diri dari
aktivitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang
peran system kapitalisme. Tahun 1864 Marx kembali terlibat dalam kegiatan
politik, bergabung dengan “the internasional”, sebuah gerakan buruh
Internasioanal. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin
internsional maupun penulis das capital. Perpecahan gerakan internasional pada
tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan penyakit-penyakit,
akhirnya membuat Marx ambruk. Dan ia wafat pada tahun 1883
3.
Max Webber(1864-1920)
Weber dan Marx. Albert
Solomon, misalnya mengklaim bahwa sebagian besar teori dari weberian berkembang
“dalam perdebatan sengit dan panjang dengan hantu Marx(1945:596). Ini barangkali merupakan pernyataan yang
berlebihan, tetapi dalam berbagai cara teori Marxian berperan negative terhadap
teori Weberian. Akan tetapi, dengan cara lain, Weber yang bekerja menurut
tradisi Marxian, mencoba “menyelesaikan” teori Marx. Teori Weberian pun
mendapat banyak bahan dari teori Marxian(Burger, 1976). Kita dapat menjernihkan
persoalan mengenai sumber sosiologi jerman dengan menguraikan setiap pandangan
tentang hubungan antara Marx dan Weber(Antonio,dan Glassman,1985;shoeter,1985).
Teori
Weber. Marx pada dasarnya mengemukakan teori kapitalisme, sedangkan karya Weber
pada dasarnya adalah teori tentang proses
rasionalisasi(Brubaker,1984;kalberg,1980,1990,1994). Weber tertarik pada
masalah umum seperti mengapa institusi social di dunia Barat berkembang semakin
pesat sedangkan rintangan kuat tampaknya mencegah perkembangan serupa di bumi
belahan lain.
Penerimaan teori Weber.
Salah satu alasannya adalah karena teori Weber terbukti secara politik lebih
mudah diterima ketimbang radicalism Marxian. Weber dipandang lebih berpandangan
liberal terhadap masalah tertentu dan konservatif terhadap masalah
lain(misalnya tentang peran negara).
2. KETERKAITAN
TEORI SOSIOLOGI SETELAH MASA AUGUSTE COMTE DENGAN BERBAGAI MAZHAB
3 Suatu gambaran
menyeluruh dan lengkap tentang teori-teori sosiologi sesudah masa Comte tak
akan mungkin diberikan dalam bagian ini. Oleh karena itu, dipilihkan beberapa
teori saja, yang dikelompokkan kedalam beberapa mazhab untuk memudahkan
penyusunan. Teori-teori tersebut banyak yang dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain,
maupun data yang diperoleh dari penggunaan ilmu-ilmu tersebut. Pengaruh yang
akan mencolok terlihat, misalnya, dari geografi, biologi, antropologi, ilmu
hukum, dan lain sebagainya.
a. Mazhab
Geografi dan Lingkungan
Ajaran-ajaran atau teori-teori yang masuk dalam
mazhab ini telah lama berkembang. Dengan kata lain jarang sekali terjadi bahwa
para ahli pemikir menguraikan masyarakat manusia terlepas dari tanah atau
lingkungan dimana masyarakat tadi
berada. Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat
berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut.
Diantara sekian banyaknya teori-teori yang dapat
digolongkan ke dalam mazhab ini, dipilihkan ajaran-ajaran dari Edward Buckle
dari Inggris(1821-1862) dan Le Play dari Perancis(1806-1888). Di dalam hasil
karyanya yang berjudul History of Civilization in England(yang tidak selesai),
Buckle meneruskan ajaran-ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan alam
terhadap masyarakat. Didalam analisisnya, dia telah menemukan beberapa
keteraturam hubungan antara keadaan alam dengan tingkah-laku manusia. Misalnya
terjadinya bunuh diri sebagai akibat rendahnya penghasilan, dan
tinggi-rendahnya penghasilan tergantung keadaan alam(terutama iklim dan tanah)
taraf kemakmuran suatu masyarakat juga sangat tergantung pada keadaan alam
dimana masyarakat hidup.
Le Play mempunyai kesimpulan-kesimpulan yang sama
dengan Buckle, walaupun cara analisisnya agak berbeda. Dia mulai menganalisis
keluarga sebagai unit sosialfundamental dari masyarakat. Organisasi keluarga
ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupannya yaitu cara mereka bermata
pencaharian.
Pentingnya mazhab ini adalah bahwa ajaran-ajaran
atau teori-teori menghubungkan factor keadaan alam dengan factor-faktor
struktur serta organisasi social. Ajaran dan teorinya mengungkapkan adanya
korelasi antara tempat tinggal dengan dan aneka ragam karakteristik kehidupan
social suatu masyarakat tertentu.
b. Mazhab
Organis dan Evolusioner
Ajaran-ajaran serta teori-teori bidang biologi,
dalam arti luas, banyak memengaruhi teori-teori sosiologi. Herbert Spencer
adalah orang yang pertama-tama menulis tentang masyarakat atas dasar data
empiris dan kongkret. Suatu organisme menurut Herbert Spencer, akan bertambah
sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara
bagian-bagiannya. Hal ini berarti adanya
organisasi fungsi yang lebih matang antar bagian organisme tersebut, dan
integrasi yang lebih sempurna pula. Secara evolusioner tahap organisme tersebut
akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme tersebut ada
kriterianya, yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi.
c. Mazhab
Formal
Ahli pikir mazhab ini kebanyakan berasal dari Jerman
karena terpengaruh oleh ajaran-ajaran dan filsafat-filsafat Immanuel Kant.
Salah seorang diantaranya adalah Georg Simmel(1858-1918). Menurut Simmel,
elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur
hubungan antara elemen-elemen tersebut.
Selanjutnya Simmel berpendapat bahwa berbagai
lembaga di dalam masyarakat terwujud dalam bentuk superiorita, subordinasi dan
konflik. Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami
proses individualisasi dan sosialisasi.
d. Mazhab
Psikologi
Diantara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya
pada psikologi adalah Gabriel Tarde(1843-1904) dari Perancis. Dia mulai dengan
suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala social mempunyai sifat psikologis
yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut
terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
Keinginan utama Tarde adalah berusaha untuk
menjelaskan gejala-gejala social didalam kerangka reaksi-reaksi psikis
seseorang. Hal ini merupakan suatu petunjuk betapa besarnya pengaruh pendekatan
psikologis. Ajaran ini terutama sangat berpengaruh di Amerika Serikat, dimana
banyak sosiolog yang mengadakan analisis terhadap reaksi-reaksi individu
terhadap kelompok lainnya. Diantara mereka adalah Albion Small(1854-1924) yang
pertama-tama membuka Departemen Sosiologi pada Universitas Chicago dan
menerbitkan American Journal of Sociology yang terkenal itu.
Salah seorang sosiolog Amerika Serikat terkemuka
lainnya adalah Richard Horton Cooley(1864-1924). Bagi Cooley, individu dan
masyarakat saling melengkapi, dimana individu hanya akan menemukan bentuknya di
dalam masyarakat. Didalam karyanya yang berjudul social organization, Cooley
mengembangkan konsep kelompok utama (primary group), yang ditandai dengan
hubungan antar pribadi yang dekat sekali. Dalam kelompok-kelompok tadi perasaan
manusia akan dapat berkembang dengan leluasa.
e. Mazhab
Ekonomi
Dari mazhab ini, akan dikemukakan ajaran-ajaran dari
Karl Marx(1818-1883) dan Max Weber(1864-1920) dengan catatan bahwa
ajaran-ajaran Max Weber sebenarnya megandung aneka macam segi sebagaimana
halnya dengan Durkheim. Memang, Durkheim dan Weber merupakan dua orang tokoh
sosiologi yang paling terkemuka dalam sejarah pekembangan sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan.
Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat
untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan
masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan social.
Weber antar lain menyatakan bahwa semua bentuk
organisasi social harus dteliti menurut perilaku warganya, yang memotivasinya
serasi dengan harapan warga-warga lainnya. Untuk mengetahui dan menggali hal
ini perlu digunakan metode pengertian(verstehen).
f. Mazhab
Hukum
Di dalam sorotannya terhadap masyarakat, Durkheim
menaruh perhatian yang besar terhadap hukum yang dihubungkannya dengan
jenis-jenis solidaritas yang terdapat didalam masyarakat. Hukum menurut
Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-ringannya tergantung
pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan, serta keyakinan masyarakat tentang
baik buruknya suatu tindakan. Didalam masyarakat dapat ditemukan dua macam
sanksi kaidah-kaidah hukum, yaitu sanksi yang represif dan sanksi yang
restitutif. Pada masyarakat yang didasarkan pada pola solidaritas mekanis
terdapat kaidah-kaidah hukum dengan sanksi yang represif, sedangkan
sanksi-sanksi restitutif terdapat pada masyarakat atas dasar solidaritas
organis.
3.
KETERKAITAN ANTARA MANUSIA, MASYARAKAT
DAN BUDAYA
Ø Manusia
4
Manusia pada dasarnya adalah makhluk hidup yang hidup dalam kelompok dan
mempunyai organisme yang terbatas dibanding jenis makhluk lain ciptaan Tuhan.
Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah mengenal dan berhubungan
dengan manusia lainnya. Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan
dengan orang lain disebut “gregarious” dan oleh karena itu manusia disebut
makhluk social. Dengan adanya naluri ini, manusia mengembangkan pengetahuannya
untuk mengatasi kehidupannya dan memberi makna kepada kehidupannya, sehingga
timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan yaitu system terintegrasi dari
perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian
manusia dikenal sebagai makhluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai
pembentuk kebudayaan, sekaligus dapat berperan karena didorong oleh hasrat atau
keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu: menyatu dengan manusia lain yang
berbeda di sekelilingnya, menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya.
Manusia itu pada
hakikatnya adalah makhluk social, tidak dapat hidup menyendiri. Ia merupakan
“zoon politikon”, manusia itu merupakan makhluk yang hidup bergaul,
berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan
manusia. Maka terjadilah suatu system yang dikenal sebagai system
kemasyarakatan atau organisasi social yang mengatur kehidupan mereka, memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Ø Masyarakat
Masyarakat adalah suatu
istilah yag kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, ada masyarakat kota,
masyarakat desa, masyarakat ilmiah, dan lain-lain. Dalam bahasa inggris dipakai
istilah society yang berasal dari kata lain socius, yang berarti “kawan”
istilah masyarakat sendiri berasal dari
akar bahasa Arab yaitu Syaraka yang berarti “ikut serta berpartisipasi”.
Ada tiga jenis
masyarakat dilihat dari lingkungan hidup, yaitu:
1. Masyarakat
primitive, yaitu masyarakat yang terisolir atau mengisolasika diri dengan dunia
atau masyarakat luar, cara hidupnya masih terbelakang, kebutuhannya masih
sederhana, kebudayaannya masih rendah serta tempat tinggalnya pun
berpindah-pindah(nomaden).
2. Masyarakat
desa, yaitu masyarakat yang agraris yang kebutuhan hidupnya hanya bergantung
dari hasil bertani dan menangkap ikan, kehidupan mereka sangat bergantung
dengan iklim dan pergantian musim. Hubungan antar individu bersifat primer dan
sifat kegotong royongannya yang cukup kuat.
3. Masyarakat
kota, yaitu masyarakat yang merupakan tempat berbaurnya segala macam suku
bangsa dan bertumpunya hasil-hasil teknoologi modern.
Dalam perkembangan dan
pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi:
1. Masyarakat
sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana(primitive) pola pembagian
kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan
jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan
dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi
tantangan-tantangan alam yang buas saat itu.
2. Masyarakat
maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok social, atau lebih dikenal
dengan sebutan kelompok organisasi kemsyarakatan yang tumbuh dan berkembang.
3. berdasarkan
kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam lingkungan masyarakat
maju dapat dibedakan:
a. Masyarakat
nonmodern. Secara garis besar, kelompok ini dapat digolongkan menjadi dua
golongan yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder.
b. Masyarakat
industry. Contoh tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las.
Ø Hubungan
antara individu dan Masyarakat
Hubungan antara
individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soerjono Soekanto(1981:4)
menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang
hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986:10) lebih lanjut
menjelaskan bahwa pembahasan tentang hubungan individu dan masyarakat telah
dibahas sejak Socrates guru Plato. Hubungan antara individu dan masyarakat
telah banyak disoroti oleh para ahli baik para filosof maupun para ilmuan
social. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga
pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan
individu, (2) individu yang membentuk masyarakat, dan (3) individu dan
masyarakat saling menentukan.
Pandangan hubungan
antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme muncul dari
Herbert Spencer(1985) diringkas oleh Margaret H. Poloma(1979) sebagai berikut:
1)
Masyarakat maupun organisme hidup
sama-sama mengalami pertumbuhan.
Disebabkan
oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh social(social body)
maupun tubuh organisme hidup(living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana
semakin besar suatu struktur social maka semakin banyak pula bagian-bagiannya,
seperti halnya dengan system biologis yang menjadi semakin kompleks sementara
ia tumbuh menjadi semakin besar binatang yang lebih kecil, misalnya cacing
tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagiannya yang dapat dibedakan bila
dibandingkan dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
2)
Tiap bagian yang tumbuh pada organisme
biologis maupun organisme social memiliki fungsi dan tujuan tertentu; “mereka
tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan tugas yang berbeda pula”. Pada
manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru,
demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional memiliki tujuan
yang berbeda dengan system politik maupun ekonomi.
3)
Baik didalam system organisme maupun
system social, perubahan pada suatu bagian akan mengakibatkan perubahan pada
bagian lain dan pada akhirnya di dalam system secara keseluruhan. Perubahan
system politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan
totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama, dan sebagainya.
Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
4)
Bagian-bagian tersebut, walau saling
berkaitan merupakan suatu struktur-mikro yang dapat dipelajari secara terpisah.
Demikianlah maka system peredaran atau system pembuangan merupakan pusat
perhatian para spesialis biologi dan medis, seperti halnya system politik atau
sistem ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut
diatas dapat diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai
organisme hidup yang alamiah dan deterministis(bebas). Semua gejala social
diterangkan berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh
manusia juga mengatur pertumbuhan social. Manusia sebagai individu tidak bebas
dalam menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru
ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan
berkembang bebas dari kemauan dan tanggung jawab anggotanya dibawah kuasa hukum
alam.
Hubungan individu dan
masyarakat menurut paham kolektivitas. Menurut pandangan kolektif masyarakat
mempunyai realitas yang kuat. Segala kepentingan individu ditentukan oleh
masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif.
Menurut Peter Jarvis(1986), yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988), karl Marx,
Bowles, Wailer, dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu
tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elit(kelompok
atas yang berkuasa) dengan mengatasnamakan rakyat banyak. Konsep masyarakat
kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di Negara-negara komunis seperti
RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk mengatur
kepentingan diri sendiri. Segala keutuhan diatur oleh Negara. Negara diperintah
oleh suatu partai politik komunis. Dalam Negara komunis ini makan, pakaian,
perumahan, dan kerja diatur oleh Negara, individu tidak punya pilihan lain
kecuali yang telah ditentukan Negara. Semua hak milik individu seperti yang
dimiliki orang-orang atau keluarga dinegara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan
masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang
menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan
individu lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu
yang menentukan corak masyarakat yang
diinginkan. Masyarakat harus melayani kepentingan individu. individu mempunyai
hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Hubungan antara
masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutub
negative pada aliran listrik. Jika kedua kutub dihubungkan listrik ia akan
mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika
individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat
akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat
akan lebih bermakna dan hidup serta bergairah.
Ø Budaya
Pengertian budaya itu
sendiri menurut:” The International Encyclopedia of Social Science”(1972) dapat
dilihat menurut dua pendekatan, yaitu pendekatan proses (process-pattern
theory, culture pattern as basic) didukung oleh Franz Boas(1858-1942) dan
Alfred Louis Kroeber (1876-1960). Bias juga melalui pendekatan
structural-fungsional (structural-functional theory, social structure as basic)
yang dikembangkan oleh Bonislaw Malinowski(1884-1942) dan Radclife-Brown yang
kemudian dari dua pendekatan itu Edward Burnett Tylor (1832-1917) secara luas
mendefinisikan budaya sebagai:
“…..
culture os civilization, take in its wide
ethnographic ense, is that complex whole wich includes knowledge,
belioief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits
acquired by man as a member of society” atau budaya juga dapat diartika sebagai
berikut: “seluruh system gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses
belajar.”
Kita lihat pengertian
budaya yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai:
“sebuah
system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup
konsepsi abstrak tentang baik dan buruk, atau secara institusi nilai yang
dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui
re-inventing maupun re-organizing”.
Kebudayaan atau culture
adalah keseluruhan “pemikiran” dan “benda” yang dibuat atau diciptakan oleh
manusia dalam perkembangan sejarahnya. Kebudayaan adalah seperangkat peraturan
dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika
dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak
dan dapat diterima oleh semua masyarakat.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia.
Para ahli umunya
sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dari penyesuaian diri manusia
berdasarkan hal-hal yang dipelajari(learning behavior) (Sajidiman, dalam
pembebasan Budaya-Budaya Kita, 1999). Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan
tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab(keluhuran budi), maka semua
kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur memberi rasa damai,
senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan m[6]enjadi
tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing
bangsa(Dewantara, 1994)
4. TALCOTT
PARSONS MELHAT SISTEM SOSIAL MELAUI TEORI CYBERNATIKA
5Seperti halnya
dengan Durkheim, Parsons juga melihat persamaan antara masyarakat dengan
oganisme hidup. Parsons berusaha untuk menunjukan:
1. Bahwa
system itu hidup dalam dan bereaksi terhadap lingkungan.
2. System
itu “mempertahankan kelangsungan pola organisasi serta fungsi-fungsi yang
keduanya berbeda dari lingkungan, dan dalam beberapa hal lebih stabil ketimbang
lingkungannya(parsons 1970: 30-32).
Ia menekankan bahwa system hidup adalah system
terbuka; yaitu mengalami saling pertukaran dengan lingkungannya.
Functional hiperative atau Prasyarat. Ciri-ciri umum
yang ada dalam seluruh system yang hidup ialah prasyarat atau functional
imperative. Menurut Parsons terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan
tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap system yang hidup demi kelestariannya.
Dua pokok penting yang termasuk dalam kebutuhan functional ini ialah :
1. Yang
berhubungan dengan kebutuhan system internal atau kebutuhan system ketika
berhubungan dengan lingkungannya (sumbu eksternal-internal).
2. Yang
berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang diperlukan
untuk mencapai tujuan itu (sumbu instrumental-consummatory).
Cybernatika pada mulanya diterapkan dalam lapangan
ilmu alam, genetika, teknik dan matematik. Konsep ini baru berarti dalam teori
sosiologis hanya setelah tahun 1960-an. Theodorson and Theodorson (1969:101)
membuat cybernatika sebagai “studi komunikasi di antara manusia, binatang dan
mesin, khususnya menekankan umpan balik dari informasi dan fungsi umpan balik
dalam proses control”. Ahli teori cybernatika mengartikan umpan balik sebagai
proses dimana pengetahuan hasil-hasil penampilan yang lalu (oleh individu,
kelompok atau mesin)melahirkan modifikasi dari penampilan selanjutnya, yang
karena itu menjaga agar penampilan tersebut tetap menuju pada tujuan(Thedorson
and Thedorson, 1969:155). Hal-hal yang penting mengenai umpan balik ini ialah:
1. Penampilan
yang lalu berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya dan
2. Penampilan
diarahkan untuk mencapai tujuan.
Dalam seluruh teori Parsonian dan akan di
ilustrasikan disaat kita melangkah ke deskripsi saling hub[7]ung
struktur yang terdapat dalam system.
Dalam perumusan teori dasar Parsons, system yang
hidup merupakan system tingkat pertama. System bertindak (action theory) yang
akan menerangkan seluruh pengertian perilaku manusia dalah merupakan sub-kelas
dari system yang hidup.
5. PROSES
TERBENTUKNYA LEMBAGA SOSIAL
6Secara
sosiologis, istilah lembaga dapat diartikan sebagai suatu format yang mantap,
stabil, terstruktur dan mapan(establizhed). Dalam pengertian ini lembaga
sebagai suatu jaringan sarana hidup berisi peranan yang menjalankan fungsi
masyarakat secara terus-menerus dan berulang-ulang. Secara umum lembaga lahir
dari cara-cara berbuat(usage) yang menjadi kebiasaan(folkways), lalu kebiasaan
tumbuh menjadi tata kelakuan(mores), dan apabila tata kelakuan ini bertambah
matang, disertai adanya aturan dan pengenaan sanksi yang relative berat
terhadap pelanggar aturan tersebut, maka berarti telah terbentuk apa yang
disebut sebagai adat istiadat(custom).
Dengan kata
lain, lembaga merupakan kebiasaan berbuat yang dilakukan secara sadar, bersifat
permanen dan rasional(super folkways), istilah lembaga mengandung pengertian
yang lebih kompleks daripada sekedar jaringan kebiasaan kehidupan kelompok.
Dalam pengertian ini, lembaga lebih merupakan kristalisasi dari aksi dan
kaidah-kaidah yang selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hidup yang menunjuk
pada pola perilaku yang mapan. Banyak pula kalangan menterjemahkan lembaga sebagai
kumpulan cara berbuat yang berguna untuk mengatur stabilitas hubungan social
dalam kehidupan masyarakat.
Lembaga juga
lazim didefinisikan sebagai “aturan perikelakuan yang menentukan pola-pola
tindakan dan hubungan social”. Sedangkan organisasi adalah kesatuan social yang
memiliki wewenang untuk mengambil keputusan keluarga, perusahaan, kantor-kator
yang menjalankan fungsi pengendalian terhadap berbagai sumber daya. Dalam
proses perkembangannya suatu lembaga social, cenderung mendefinisikan lembaga
secara luas yang mencakup segala aturan perilaku manusia dalam hubungan sosil
dengan tidak meninggalkan unsur-unsur dalam istilah “organisasi”.
Secara lebih
jelas beberapa pendapat tentang pengertian lembaga-lembaga sosial, berikut:
1. Roucek
Waren, bahwa institusi adalah pola-pola(pattern) yang telah mempunyai kedudukan
tetap atau pasti untuk mempertemukan bermacam-macam kebutuhan manusia yang
muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang mendapatkan persetujuan dari cara-cara
yang sudah tidak dipungkiri lagi., untuk memenuhi konsep kesejahteraan
masyarakat dan menghasilkan suatu struktur.
2. Alvin
L. Bertrand, bahwa institusi-institusi social pada hakikatnya adalah kumpulan
deari norma-norma social(struktur-struktur
sosial) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi
masyarakat. Institusi-institusi tersebut meliputi kumpulan norma-norma dan
bukan norma-norma yang berdiri sendiri.
3. P.
J. Bouman, bahwa lembaga-lembaga(institution) adalah bentuk-bentuk perbuatan
dalam hubungan kelompok yang dilestarikan oleh kultur dan trasfer-kultur .
4. Soedjito
Sosrodihardjo, memberikan dua macam pengertian, pertama, berarti
pranata-pranata yang mengatur hubungan antar manusia didalam hidup
bermasyarakat dan berkisar sekitar kepentingan-kepentingan tertentu. Kedua,
diartikan sebagai wadah atau organisasi untuk memberikan kekuatan kepada
pranata-pranata tersebut.
5. Koentjoraningrat,
menyebutkan sebagai pranata social, yang berisi sistem tata-kelakuan, dan
tata-hubungan, yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Jadi lembaga social merupakan
suatu system tata kelakuan yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas bersama
untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
6. Soerjono
Soekanto, menyatakan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan(social institution)
adalah himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat.
7. Robert
Mac Iver dan Cherles H. Page, mengartikan lembaga social sebagai lembaga
kemasyarakatan, yaitu tata-cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk
mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok
kemasyarakatan yang dinamakan assosiasi(association).
8. Leopold
Von Wiese dan Howard Becker, mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai suatu
jaringan dari proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia
yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut, serta pola-polanya
sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Dari beberapa
pendapat pakar diatas, tampak bahwa pada dasarnya suatu lembaga mengandung
berbagai aspek, yaitu aspek kebiasaan, norma atau kaidah hukum.
Istilah”lembaga” merupaka kumpulan dari berbagai cara berperilaku yang diakui
oleh anggota-anggota masayarakat sebagai sarana untuk mengatur
hubungan-hubungan social. Dengan demikian secara sosiologis, lembaga dalam
pengertian hubungan social dapat diartikan sebagai suatu jaringan proses
hubungan antar manusia dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam proses tersebut
terdapat suatu pola perilaku yang disepakati bersama sebagai patokan agar
stabilitas kerjasama upaya mencapai tujuannya dapat terpelihara.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,
Soerjono. (2010). Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ritzer,
George dan Goodman, Douglas J. (2004). Teori Sosiologi Modern edisi Keenam. Jakarta: kencana prenada Media
Group.
Anwar. Yemil dan Adang.(2013). Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama.
M, Margaret.(1987). Sosiologi
kontemporer, Jakarta: Rajawali
[1]
Soekanto, Soerjono. Soiologi Suatu
Pengantar, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2010 hlm:26-32
2 Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern edisi Keenam,
diterjemahkan oleh Alimandan, Jakarta: kencana
prenada Media Group, 2004 hlm: 20-37
No comments:
Post a Comment