Saturday, February 20, 2016

Perkembangan Sosiologi Sebelum dan Sesudah Masa Auguste Comte



1.      PERKEMBANGAN SOSIOLOGI

Ø  Tahap sebelum Auguste Comte
1 Seorang filsuf Barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat. Sebetulnya Plato bermaksut untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk Negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap system-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan intelegensia. Intelegensia merupakan unsur pengendali sehingga suatu Negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi.
Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga didalam masyarakat, Plato berhasil menunjukan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomi dan social. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya system hukum yang identic dengan moral karena didasarkan pada keadilan.
Aristoteles(384-322SM) mengikuti system analisis secara organis dari Plato. Didalam bukunya politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan social. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis manusia. Di samping itu, Aristoteles menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral(etika dalam arti yang sempit).
Ahli filsafat Arab, Ibn Khaldun(1332-1406) yang mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian social dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dijumpai bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara. Factor yang menyebabkan bersatunya manusia didalam suku-suku klan, Negara dan sebagainya adalah rasa solidaritas. 
Pada zaman Renaissance(1200-1600), Thomas More dengan Utopia-nya dan Campanella yang menulis City of the Sun. mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adaya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka N. Machiavelli terkenal dengan bukunya II principe yang menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Pengaruh ajaran Machievelli antara lain suatu ajaran bahwa teori-teori politik dan social memusatkan perhatian mekanisme pemerintahan.[1]
Abad ke-17 yang ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes(1588-1679) yang berjudul The Laviathan. Inti ajarannya di ilhami oleh alam, fisika, dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis sehingga manusia selalu sering berkelahi. Akan tetapi mereka mempunyai fikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik. Keadaan semacam itu akan tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang., yaitu pihak yang akan dapat memelihara ketentraman. Supaya keadaan damai itu terpelihara, orang-orang harus sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masayarakat dapat berfungsi semestinya.
Walaupun ajaran-ajaran pada abad ke-18 masih bersifat rasionalistis, sifatnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain John Locke (1632-1704) dan J. J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak social Hobbes. Menurut Locke, manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Rosseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah menyebbakan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum.
Pada awal adab ke-19, muncul ajaran-ajaran lain diantaranya Saint Simon(1760-1825) yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Didalam bukunya yang berjudul Memoirs sur la Science de l’Home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu ilmu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain. Masayarakat bukanlah semata-mata suatu kumpulan orang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunya sebab, kecuali kemauan masing-masing. 
Ø  Tahap Auguste Comte(1798-1853)
Auguste Comete yang pertama-tama memakai istilah “sosiologi” adalah orang yang pertama membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap teologis atau fiktif, yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala disekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tahap kedua yang merupakan perkembangan dari tahap pertama adalah tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh cita-cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada waktu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam. Hal yang terakhir inilah yang merupakan tugas ilmu pengetahuan positif, yang merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir  dari perkembadangan manusia. Ketiga tahap tadi dapat memenuhi pikiran manusia pada saat yang bersamaan, dimana kadang-kadang timbul pertentangan-pertentangan. Selanjutnya mengaitkan industrialisasi dengan tahap ketiga dari perkembangan pikiran manusia. Secara logis, maka dalam industry tersebut akan terjadi perdamaian yang kekal. Itulah asumsi Comte, karena tahap-tahap sebelumnya ditandai dengan adanya masa perbuadkan dan militerisme yang penuh dengan pertikaian.
Menurut Comte suatu ilmu pengetahuan bersifat positif, apabila ilmu pe ngetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongkret, tanpa ada halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hierarki atau tingkatan ilmu-ilmu pengetahuan manurut tingkat pengurangan generalitas dan penambahan kompleksitasnya adalah:
a.       Matematika
b.      Astronomi
c.       Fisika
d.      Ilmu kimia
e.       Biologi
f.       Sosiologi
Hal yang menonjol dari sistematika Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala social. Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dengan sosiologi dinamis.
Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi social yang mepelajari aksi-aksi dan reaksi timbal-balik dari suatu system-sistem social. Cita-cita dasar yang mempelajari sosiologi statis adalah bahwa semua gejala social saling berkaitan, yang berarti bahwa percuma untuk mempelajari salah satu gejala social secara tersendiri. Unit social yang penting bukanlah individu, melainkan keluarga yang bagian-bagiannya terikat oleh simpati. Agar suatu masyarakat berkembang simpati harus diganti dengan kooperasi, yang hanya mungkin ada apabila ada pembagia kerja.
Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan dalam arti pembangunan. Ilmu pengetahuan ini menggambarkan cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi dari tingkat intelegensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dinamika menyangkut masyarakat-masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan. Comte yakin bahwa masyarakat akan berkembang menuju suatu kesempurnaan.


Ø  Tahap sesudah Auguste Comte

1.      2 Emile Durkheim(1858-1917)
Hubungan Durkheim dengan pencerahan jauh lebih mendua ketimbang Comte. Durkheim dipandang sebagai pewaris tradisi pencerahan karena penekanannya pada sains dan reformisme social. Akan tetapi Durkheim dipandang sebagai pewaris tradisi konservatif, khususnya seperti tercermin dalam karya Comte. Bedanya, sementara Comte tetap berada diluar dunia akademi, Durkheim mengembangkan basis akademi yang kokoh untuk kemajuan karirnya. Durkheim meligitimasi sosiologi di Perancis dan karyanya akhirnya menjadi kekuatan dominan dalam perkembangan sosiologi pada umumnya, dan perkembangan teori sosiologi pada khususnya(R. Jones, 2000).
Secara politik Durkheim adalah seorang liberal, tetapi secara intelektual tergolong konservatif. Ketika teori sosiologi klasik berkembang, gagasan Durkheim tentang keteraturan dan reformasi menjadi dominan sedangkan pemikiran Marxian merosot.
Fakta-fakta social. Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Dalam The Rule of Sociological Method(1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut sebagai fakta-fakta social. Dalam bukunya yang berjudul Suicide(1897-1951) Durkheim berpendapat bahwa bila ia dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri itu dengan sebab-sebab social(fakta sosial) maka ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin sosiologi.
Dalam bukunya The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta social, material dan nonmaterial. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya , perhatian utamanya lebih tertuju kepada fakta social nonmaterial(misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang fakta social material(misalnya birokrasi, hukum).
Agama. Dalam karyanya yang kemudian, fakta social nonmaterial menempati posisi yang jauh lebih sentral. Dalam karyanya yang terakhir, The Elementary Forms of Religious Life(1912-1965), ia memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta social nonmaterial yakni agama. 
2.      Karl Marx(1818-1883)
Pada tahun 1843 Marx meninggalkan Jerman untuk mendapatkan suasana yang lebih liberal di Paris. Di Paris ia bergulat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga menghadapi dua kum[2]pulan gagasan baru sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara unik ia mengg[3]abungkan Hegelianisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi intelektualnya. Hal yang sangat penting pula adalah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donator dan kolaboratornya yakni Fredrich Engels. Engels adalah anak pengusaha pabrik yang mengkritik kondisi kehidupan yang dialami kelas buruh. Banyak diantara rasa kasihan Marx terhadap kesengsaraan kelas buruh yang berasal dari paparannya kepada Engels dan gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang di sebuah café terkenal di Paris dan meletakkan ladasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. Ditahun berikutnya Engels menerbitkan karyanya The Condition of The Working Class in England.
Meski Marx dan Engels mempunyai orientasi teoritis yang sama, namun ada juga beberapa perbedaan diantara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarganya. Engels adalah pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya kepada lembaga keluarga. Meskipun mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama yang akrab sehingga mereka berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan bekerja sama dalam organisasi radikal, bahkan Engels membatu membiayai hidup nya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatian pada kegiatan intelektual dan politiknya.
Karena beberapa tulisannya mengganggu pemerintah Prusia, pemerintah Perancis(atas permohonan pemerintah Prusia) mengusir Marx pada tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke Brussel. Radikalismenya meningkat dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Tahun 1849 ia pindah ke London. Ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang peran system kapitalisme. Tahun 1864 Marx kembali terlibat dalam kegiatan politik, bergabung dengan “the internasional”, sebuah gerakan buruh Internasioanal. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin internsional maupun penulis das capital. Perpecahan gerakan internasional pada tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan penyakit-penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk. Dan ia wafat pada tahun 1883
3.      Max Webber(1864-1920)
Weber dan Marx. Albert Solomon, misalnya mengklaim bahwa sebagian besar teori dari weberian berkembang “dalam perdebatan sengit dan panjang dengan hantu Marx(1945:596).  Ini barangkali merupakan pernyataan yang berlebihan, tetapi dalam berbagai cara teori Marxian berperan negative terhadap teori Weberian. Akan tetapi, dengan cara lain, Weber yang bekerja menurut tradisi Marxian, mencoba “menyelesaikan” teori Marx. Teori Weberian pun mendapat banyak bahan dari teori Marxian(Burger, 1976). Kita dapat menjernihkan persoalan mengenai sumber sosiologi jerman dengan menguraikan setiap pandangan tentang hubungan antara Marx dan Weber(Antonio,dan Glassman,1985;shoeter,1985).
Teori Weber. Marx pada dasarnya mengemukakan teori kapitalisme, sedangkan karya Weber pada dasarnya adalah teori tentang proses rasionalisasi(Brubaker,1984;kalberg,1980,1990,1994). Weber tertarik pada masalah umum seperti mengapa institusi social di dunia Barat berkembang semakin pesat sedangkan rintangan kuat tampaknya mencegah perkembangan serupa di bumi belahan lain.
Penerimaan teori Weber. Salah satu alasannya adalah karena teori Weber terbukti secara politik lebih mudah diterima ketimbang radicalism Marxian. Weber dipandang lebih berpandangan liberal terhadap masalah tertentu dan konservatif terhadap masalah lain(misalnya tentang peran negara).

















2.      KETERKAITAN TEORI SOSIOLOGI SETELAH MASA AUGUSTE COMTE DENGAN BERBAGAI MAZHAB

3 Suatu gambaran menyeluruh dan lengkap tentang teori-teori sosiologi sesudah masa Comte tak akan mungkin diberikan dalam bagian ini. Oleh karena itu, dipilihkan beberapa teori saja, yang dikelompokkan kedalam beberapa mazhab untuk memudahkan penyusunan. Teori-teori tersebut banyak yang dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain, maupun data yang diperoleh dari penggunaan ilmu-ilmu tersebut. Pengaruh yang akan mencolok terlihat, misalnya, dari geografi, biologi, antropologi, ilmu hukum, dan lain sebagainya.
a.       Mazhab Geografi dan Lingkungan
Ajaran-ajaran atau teori-teori yang masuk dalam mazhab ini telah lama berkembang. Dengan kata lain jarang sekali terjadi bahwa para ahli pemikir menguraikan masyarakat manusia terlepas dari tanah atau lingkungan  dimana masyarakat tadi berada. Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut.
Diantara sekian banyaknya teori-teori yang dapat digolongkan ke dalam mazhab ini, dipilihkan ajaran-ajaran dari Edward Buckle dari Inggris(1821-1862) dan Le Play dari Perancis(1806-1888). Di dalam hasil karyanya yang berjudul History of Civilization in England(yang tidak selesai), Buckle meneruskan ajaran-ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat. Didalam analisisnya, dia telah menemukan beberapa keteraturam hubungan antara keadaan alam dengan tingkah-laku manusia. Misalnya terjadinya bunuh diri sebagai akibat rendahnya penghasilan, dan tinggi-rendahnya penghasilan tergantung keadaan alam(terutama iklim dan tanah) taraf kemakmuran suatu masyarakat juga sangat tergantung pada keadaan alam dimana masyarakat hidup.
Le Play mempunyai kesimpulan-kesimpulan yang sama dengan Buckle, walaupun cara analisisnya agak berbeda. Dia mulai menganalisis keluarga sebagai unit sosialfundamental dari masyarakat. Organisasi keluarga ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupannya yaitu cara mereka bermata pencaharian.
Pentingnya mazhab ini adalah bahwa ajaran-ajaran atau teori-teori menghubungkan factor keadaan alam dengan factor-faktor struktur serta organisasi social. Ajaran dan teorinya mengungkapkan adanya korelasi antara tempat tinggal dengan dan aneka ragam karakteristik kehidupan social suatu masyarakat tertentu.
b.      Mazhab Organis dan Evolusioner
Ajaran-ajaran serta teori-teori bidang biologi, dalam arti luas, banyak memengaruhi teori-teori sosiologi. Herbert Spencer adalah orang yang pertama-tama menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris dan kongkret. Suatu organisme menurut Herbert Spencer, akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti  adanya organisasi fungsi yang lebih matang antar bagian organisme tersebut, dan integrasi yang lebih sempurna pula. Secara evolusioner tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme tersebut ada kriterianya, yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi.
c.       Mazhab Formal
Ahli pikir mazhab ini kebanyakan berasal dari Jerman karena terpengaruh oleh ajaran-ajaran dan filsafat-filsafat Immanuel Kant. Salah seorang diantaranya adalah Georg Simmel(1858-1918). Menurut Simmel, elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut.
Selanjutnya Simmel berpendapat bahwa berbagai lembaga di dalam masyarakat terwujud dalam bentuk superiorita, subordinasi dan konflik. Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi.
d.      Mazhab Psikologi
Diantara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya pada psikologi adalah Gabriel Tarde(1843-1904) dari Perancis. Dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala social mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
Keinginan utama Tarde adalah berusaha untuk menjelaskan gejala-gejala social didalam kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang. Hal ini merupakan suatu petunjuk betapa besarnya pengaruh pendekatan psikologis. Ajaran ini terutama sangat berpengaruh di Amerika Serikat, dimana banyak sosiolog yang mengadakan analisis terhadap reaksi-reaksi individu terhadap kelompok lainnya. Diantara mereka adalah Albion Small(1854-1924) yang pertama-tama membuka Departemen Sosiologi pada Universitas Chicago dan menerbitkan American Journal of Sociology yang terkenal itu.
Salah seorang sosiolog Amerika Serikat terkemuka lainnya adalah Richard Horton Cooley(1864-1924). Bagi Cooley, individu dan masyarakat saling melengkapi, dimana individu hanya akan menemukan bentuknya di dalam masyarakat. Didalam karyanya yang berjudul social organization, Cooley mengembangkan konsep kelompok utama (primary group), yang ditandai dengan hubungan antar pribadi yang dekat sekali. Dalam kelompok-kelompok tadi perasaan manusia akan dapat berkembang dengan leluasa.
e.       Mazhab Ekonomi
Dari mazhab ini, akan dikemukakan ajaran-ajaran dari Karl Marx(1818-1883) dan Max Weber(1864-1920) dengan catatan bahwa ajaran-ajaran Max Weber sebenarnya megandung aneka macam segi sebagaimana halnya dengan Durkheim. Memang, Durkheim dan Weber merupakan dua orang tokoh sosiologi yang paling terkemuka dalam sejarah pekembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan.
Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan social.
Weber antar lain menyatakan bahwa semua bentuk organisasi social harus dteliti menurut perilaku warganya, yang memotivasinya serasi dengan harapan warga-warga lainnya. Untuk mengetahui dan menggali hal ini perlu digunakan metode pengertian(verstehen).
f.       Mazhab Hukum
Di dalam sorotannya terhadap masyarakat, Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap hukum yang dihubungkannya dengan jenis-jenis solidaritas yang terdapat didalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Didalam masyarakat dapat ditemukan dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum, yaitu sanksi yang represif dan sanksi yang restitutif. Pada masyarakat yang didasarkan pada pola solidaritas mekanis terdapat kaidah-kaidah hukum dengan sanksi yang represif, sedangkan sanksi-sanksi restitutif terdapat pada masyarakat atas dasar solidaritas organis.











3.      KETERKAITAN ANTARA MANUSIA, MASYARAKAT DAN BUDAYA

Ø  Manusia
4 Manusia pada dasarnya adalah makhluk hidup yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang terbatas dibanding jenis makhluk lain ciptaan Tuhan. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah mengenal dan berhubungan dengan manusia lainnya. Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan dengan orang lain disebut “gregarious” dan oleh karena itu manusia disebut makhluk social. Dengan adanya naluri ini, manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kehidupannya dan memberi makna kepada kehidupannya, sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan yaitu system terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian manusia dikenal sebagai makhluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus dapat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu: menyatu dengan manusia lain yang berbeda di sekelilingnya, menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya.
Manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk social, tidak dapat hidup menyendiri. Ia merupakan “zoon politikon”, manusia itu merupakan makhluk yang hidup bergaul, berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan manusia. Maka terjadilah suatu system yang dikenal sebagai system kemasyarakatan atau organisasi social yang mengatur kehidupan mereka, memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ø  Masyarakat
Masyarakat adalah suatu istilah yag kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, ada masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat ilmiah, dan lain-lain. Dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata lain socius, yang berarti “kawan” istilah masyarakat  sendiri berasal dari akar bahasa Arab yaitu Syaraka yang berarti “ikut serta berpartisipasi”.
Ada tiga jenis masyarakat dilihat dari lingkungan hidup, yaitu:
1.      Masyarakat primitive, yaitu masyarakat yang terisolir atau mengisolasika diri dengan dunia atau masyarakat luar, cara hidupnya masih terbelakang, kebutuhannya masih sederhana, kebudayaannya masih rendah serta tempat tinggalnya pun berpindah-pindah(nomaden).
2.      Masyarakat desa, yaitu masyarakat yang agraris yang kebutuhan hidupnya hanya bergantung dari hasil bertani dan menangkap ikan, kehidupan mereka sangat bergantung dengan iklim dan pergantian musim. Hubungan antar individu bersifat primer dan sifat kegotong royongannya yang cukup kuat.
3.      Masyarakat kota, yaitu masyarakat yang merupakan tempat berbaurnya segala macam suku bangsa dan bertumpunya hasil-hasil teknoologi modern.
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi:
1.      Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana(primitive) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yang buas saat itu.
2.      Masyarakat maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok social, atau lebih dikenal dengan sebutan kelompok organisasi kemsyarakatan yang tumbuh dan berkembang.
3.      berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam lingkungan masyarakat maju dapat dibedakan:
a.       Masyarakat nonmodern. Secara garis besar, kelompok ini dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder.
b.      Masyarakat industry. Contoh tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las.

Ø  Hubungan antara individu dan Masyarakat
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soerjono Soekanto(1981:4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986:10) lebih lanjut menjelaskan bahwa pembahasan tentang hubungan individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato. Hubungan antara individu dan masyarakat telah banyak disoroti oleh para ahli baik para filosof maupun para ilmuan social. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang membentuk masyarakat, dan (3) individu dan masyarakat saling menentukan.
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme muncul dari Herbert Spencer(1985) diringkas oleh Margaret H. Poloma(1979) sebagai berikut:
1)      Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.
Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh social(social body) maupun tubuh organisme hidup(living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana semakin besar suatu struktur social maka semakin banyak pula bagian-bagiannya, seperti halnya dengan system biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar binatang yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagiannya yang dapat dibedakan bila dibandingkan dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
2)      Tiap bagian yang tumbuh pada organisme biologis maupun organisme social memiliki fungsi dan tujuan tertentu; “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru, demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan system politik maupun ekonomi.
3)      Baik didalam system organisme maupun system social, perubahan pada suatu bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam system secara keseluruhan. Perubahan system politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama, dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
4)      Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan merupakan suatu struktur-mikro yang dapat dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka system peredaran atau system pembuangan merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan medis, seperti halnya system politik atau sistem ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai organisme hidup yang alamiah dan deterministis(bebas). Semua gejala social diterangkan berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusia juga mengatur pertumbuhan social. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan berkembang bebas dari kemauan dan tanggung jawab anggotanya dibawah kuasa hukum alam.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham kolektivitas. Menurut pandangan kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala kepentingan individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif. Menurut Peter Jarvis(1986), yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988), karl Marx, Bowles, Wailer, dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elit(kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatasnamakan rakyat banyak. Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di Negara-negara komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk mengatur kepentingan diri sendiri. Segala keutuhan diatur oleh Negara. Negara diperintah oleh suatu partai politik komunis. Dalam Negara komunis ini makan, pakaian, perumahan, dan kerja diatur oleh Negara, individu tidak punya pilihan lain kecuali yang telah ditentukan Negara. Semua hak milik individu seperti yang dimiliki orang-orang atau keluarga dinegara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang  menentukan corak masyarakat yang diinginkan. Masyarakat harus melayani kepentingan individu. individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutub negative pada aliran listrik. Jika kedua kutub dihubungkan listrik ia akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih bermakna dan hidup serta bergairah.
Ø  Budaya
Pengertian budaya itu sendiri menurut:” The International Encyclopedia of Social Science”(1972) dapat dilihat menurut dua pendekatan, yaitu pendekatan proses (process-pattern theory, culture pattern as basic) didukung oleh Franz Boas(1858-1942) dan Alfred Louis Kroeber (1876-1960). Bias juga melalui pendekatan structural-fungsional (structural-functional theory, social structure as basic) yang dikembangkan oleh Bonislaw Malinowski(1884-1942) dan Radclife-Brown yang kemudian dari dua pendekatan itu Edward Burnett Tylor (1832-1917) secara luas mendefinisikan budaya sebagai:
“….. culture os civilization, take in its wide  ethnographic ense, is that complex whole wich includes knowledge, belioief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” atau budaya juga dapat diartika sebagai berikut: “seluruh system gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar.”
Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai:
“sebuah system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk, atau secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui re-inventing maupun re-organizing”.
Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan “pemikiran” dan “benda” yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Para ahli umunya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dari penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari(learning behavior) (Sajidiman, dalam pembebasan Budaya-Budaya Kita, 1999). Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab(keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan m[6]enjadi tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa(Dewantara, 1994)


















4.      TALCOTT PARSONS MELHAT SISTEM SOSIAL MELAUI TEORI CYBERNATIKA
5Seperti halnya dengan Durkheim, Parsons juga melihat persamaan antara masyarakat dengan oganisme hidup. Parsons berusaha untuk menunjukan:
1.      Bahwa system itu hidup dalam dan bereaksi terhadap lingkungan.
2.      System itu “mempertahankan kelangsungan pola organisasi serta fungsi-fungsi yang keduanya berbeda dari lingkungan, dan dalam beberapa hal lebih stabil ketimbang lingkungannya(parsons 1970: 30-32).
Ia menekankan bahwa system hidup adalah system terbuka; yaitu mengalami saling pertukaran dengan lingkungannya.
Functional hiperative atau Prasyarat. Ciri-ciri umum yang ada dalam seluruh system yang hidup ialah prasyarat atau functional imperative. Menurut Parsons terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap system yang hidup demi kelestariannya. Dua pokok penting yang termasuk dalam kebutuhan functional ini ialah :
1.      Yang berhubungan dengan kebutuhan system internal atau kebutuhan system ketika berhubungan dengan lingkungannya (sumbu eksternal-internal).
2.      Yang berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu (sumbu instrumental-consummatory).
Cybernatika pada mulanya diterapkan dalam lapangan ilmu alam, genetika, teknik dan matematik. Konsep ini baru berarti dalam teori sosiologis hanya setelah tahun 1960-an. Theodorson and Theodorson (1969:101) membuat cybernatika sebagai “studi komunikasi di antara manusia, binatang dan mesin, khususnya menekankan umpan balik dari informasi dan fungsi umpan balik dalam proses control”. Ahli teori cybernatika mengartikan umpan balik sebagai proses dimana pengetahuan hasil-hasil penampilan yang lalu (oleh individu, kelompok atau mesin)melahirkan modifikasi dari penampilan selanjutnya, yang karena itu menjaga agar penampilan tersebut tetap menuju pada tujuan(Thedorson and Thedorson, 1969:155). Hal-hal yang penting mengenai umpan balik ini ialah:
1.      Penampilan yang lalu berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya dan
2.      Penampilan diarahkan untuk mencapai tujuan.
Dalam seluruh teori Parsonian dan akan di ilustrasikan disaat kita melangkah ke deskripsi saling hub[7]ung struktur yang terdapat dalam system.
Dalam perumusan teori dasar Parsons, system yang hidup merupakan system tingkat pertama. System bertindak (action theory) yang akan menerangkan seluruh pengertian perilaku manusia dalah merupakan sub-kelas dari system yang hidup.























5.      PROSES TERBENTUKNYA LEMBAGA SOSIAL
6Secara sosiologis, istilah lembaga dapat diartikan sebagai suatu format yang mantap, stabil, terstruktur dan mapan(establizhed). Dalam pengertian ini lembaga sebagai suatu jaringan sarana hidup berisi peranan yang menjalankan fungsi masyarakat secara terus-menerus dan berulang-ulang. Secara umum lembaga lahir dari cara-cara berbuat(usage) yang menjadi kebiasaan(folkways), lalu kebiasaan tumbuh menjadi tata kelakuan(mores), dan apabila tata kelakuan ini bertambah matang, disertai adanya aturan dan pengenaan sanksi yang relative berat terhadap pelanggar aturan tersebut, maka berarti telah terbentuk apa yang disebut sebagai adat istiadat(custom).
Dengan kata lain, lembaga merupakan kebiasaan berbuat yang dilakukan secara sadar, bersifat permanen dan rasional(super folkways), istilah lembaga mengandung pengertian yang lebih kompleks daripada sekedar jaringan kebiasaan kehidupan kelompok. Dalam pengertian ini, lembaga lebih merupakan kristalisasi dari aksi dan kaidah-kaidah yang selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hidup yang menunjuk pada pola perilaku yang mapan. Banyak pula kalangan menterjemahkan lembaga sebagai kumpulan cara berbuat yang berguna untuk mengatur stabilitas hubungan social dalam kehidupan masyarakat.
Lembaga juga lazim didefinisikan sebagai “aturan perikelakuan yang menentukan pola-pola tindakan dan hubungan social”. Sedangkan organisasi adalah kesatuan social yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan keluarga, perusahaan, kantor-kator yang menjalankan fungsi pengendalian terhadap berbagai sumber daya. Dalam proses perkembangannya suatu lembaga social, cenderung mendefinisikan lembaga secara luas yang mencakup segala aturan perilaku manusia dalam hubungan sosil dengan tidak meninggalkan unsur-unsur dalam istilah “organisasi”.
Secara lebih jelas beberapa pendapat tentang pengertian lembaga-lembaga sosial, berikut:
1.      Roucek Waren, bahwa institusi adalah pola-pola(pattern) yang telah mempunyai kedudukan tetap atau pasti untuk mempertemukan bermacam-macam kebutuhan manusia yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang mendapatkan persetujuan dari cara-cara yang sudah tidak dipungkiri lagi., untuk memenuhi konsep kesejahteraan masyarakat dan menghasilkan suatu struktur.
2.      Alvin L. Bertrand, bahwa institusi-institusi social pada hakikatnya adalah kumpulan deari norma-norma social(struktur-struktur  sosial) yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Institusi-institusi tersebut meliputi kumpulan norma-norma dan bukan norma-norma yang berdiri sendiri.
3.      P. J. Bouman, bahwa lembaga-lembaga(institution) adalah bentuk-bentuk perbuatan dalam hubungan kelompok yang dilestarikan oleh kultur dan trasfer-kultur .
4.      Soedjito Sosrodihardjo, memberikan dua macam pengertian, pertama, berarti pranata-pranata yang mengatur hubungan antar manusia didalam hidup bermasyarakat dan berkisar sekitar kepentingan-kepentingan tertentu. Kedua, diartikan sebagai wadah atau organisasi untuk memberikan kekuatan kepada pranata-pranata tersebut.
5.      Koentjoraningrat, menyebutkan sebagai pranata social, yang berisi sistem tata-kelakuan, dan tata-hubungan, yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Jadi lembaga social merupakan suatu system tata kelakuan yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas bersama untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
6.      Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan(social institution) adalah himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat.
7.      Robert Mac Iver dan Cherles H. Page, mengartikan lembaga social sebagai lembaga kemasyarakatan, yaitu tata-cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakan assosiasi(association).
8.      Leopold Von Wiese dan Howard Becker, mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai suatu jaringan dari proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut, serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.

Dari beberapa pendapat pakar diatas, tampak bahwa pada dasarnya suatu lembaga mengandung berbagai aspek, yaitu aspek kebiasaan, norma atau kaidah hukum. Istilah”lembaga” merupaka kumpulan dari berbagai cara berperilaku yang diakui oleh anggota-anggota masayarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan social. Dengan demikian secara sosiologis, lembaga dalam pengertian hubungan social dapat diartikan sebagai suatu jaringan proses hubungan antar manusia dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam proses tersebut terdapat suatu pola perilaku yang disepakati bersama sebagai patokan agar stabilitas kerjasama upaya mencapai tujuannya dapat terpelihara.




DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. (2004). Teori Sosiologi Modern edisi Keenam. Jakarta: kencana prenada Media Group.
Anwar. Yemil dan Adang.(2013). Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama.
M, Margaret.(1987). Sosiologi kontemporer, Jakarta: Rajawali




[1] Soekanto, Soerjono. Soiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2010 hlm:26-32
2 Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern edisi Keenam, diterjemahkan oleh  Alimandan, Jakarta: kencana prenada Media Group, 2004 hlm: 20-37

2  Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi Modern edisi Keenam, diterjemahkan oleh  Alimandan, Jakarta: kencana prenada Media Group, 2004 hlm: 20-37

3 Soekanto, Soerjono. Soiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2010 hlm: 32-40
4 Anwar. Yemil dan Adang. Sosiologi Untuk Universitas, Bandung: PT Refika Aditama, 2013 hlm: 165-185
5 M, Margaret. Sosiologi kontemporer, Jakarta: Rajawali, 1987 hlm: 179-185
6 Anwar. Yemil dan Adang. Sosiologi Untuk Universitas, Bandung: PT Refika Aditama, 2013 hlm: 198-200

No comments:

Post a Comment